Skip to main content

Menolak Hukum Allah dan Mengabaikan Kewajiban Shalat

Setiap tanggal 27 Rajab biasanya ummat Islam
segera teringat peristiwa Isra Mi ’raj yang dialami
Nabi Muhammad Shallallahu'alaihiWasallam
limabelas abad yang lalu. Memang, peristiwa
diperjalankannya hamba Allah dari Masjid Al-
Haram di Mekkah ke Masjid Al-Aqsho di Baitul
Maqdis kemudian menembus tujuh lapis langit
hingga berjumpa langsung dengan Allah SWT
di Sidratul Muntaha merupakan sebuah kejadian
menakjubkan dan penuh mukjizat. Apalagi
sepulang dari perjalanan itu Nabi
Shallallahu'alaihiWasallam membawa perintah
Allah SWT agar dirinya dan ummat Islam
menegakkan kewajiban sholat lima waktu sehari
semalam. Inilah umumnya yang diingat oleh
kita ummat Islam setiap kali memasuki bulan
Rajab.
Padahal persis tanggal 27 di bulan Rajab ada
peristiwa bersejarah lainnya yang sepatutnya
tidak dilupakan oleh ummat Islam. Yaitu pada
tahun 1342 Hijriyyah alias 89 tahun yang lalu
bila menggunakan hitungan kalender Hijriyyah.
Bertepatan dengan 3 Maret tahun 1924 alias
sekitar 86 tahun yang lalu bila menggunakan
hitungan kalender Syamsiyyah. Pada tanggal
tersebut seorang pengkhianat bernama Mustafa
Kemal telah mengesahkan rancangan undang-
undang pembubaran pemerintahan Islam
bernama Khilafah Islamiyyah. Dan untuk
selanjutnya Turki berubah menjadi sebuah
negara sekuler modern yang mengekor
sepenuhnya ke Eropa. Khilafah Islamiyyah yang
diwakili oleh Kesultanan Ustmani Turki selama
sekian abad sebenarnya telah mengalami
dekadensi cukup lama. Sehingga dalam
berbagai buku-buku Barat ia dujuluki sebagai
the Sick Old Man.
Betapapun sakit-sakitannya si Bapak Tua
tersebut, namun baru pada tanggal 27 Rajab
1342 itulah secara formal-konstitusional ia
benar-benar menghembuskan nafas
terakhirnya. Maka sejak saat itu bubarlah sistem
pemerintahan Islam yang telah menghiasi
sejarah dunia selama ribuan tahun di Akhir
Zaman semenjak pertama kali dibangun dan
langsung dipimpin oleh Nabi Akhir Zaman
Muhammad Rasulullah
Shallallahu'alaihiWasallam. Mulailah sejak saat itu
secara formal di muka bumi tidak lagi
diberlakukan Hukum Allah dan digantikan
dengan hukum bikinan manusia. Praktis hal ini
terjadi di seantero negeri-negeri Islam. Bahkan
tidak sedikit di antara negeri-negeri Islam itu
mengkombinasikan hukumnya dengan hukum
mantan penjajahnya dicampur dengan hukum
adat dan sedikit hukum Islam yang sifatnya
hanya sebatas pada perkara NTRW (Nikah –
Talak – Rujuk – Waris). Akibatnya banyak sekali
perkara yang dipandang legal menurut hukum
manusia tidak serta-merta berarti halal di mata
Allah dan sebaliknya banyak sekali perkara yang
dipandang ilegal menurut hukum manusia tidak
serta-merta berarti haram di mata Allah.
Lalu apa hubungan antara kedua peristiwa
bersejarah di atas? Apa hubungan antara
perjalanan Isra Mi ’raj yang mana Nabi
Shallallahu'alaihiWasallam menerima perintah
kewajiban menegakkan sholat lima waktu
dengan pembubaran Khilafah Islamiyyah
terakhir sebagai wadah formal tempat
ditegakkan dan diberlakukannya hukum Allah ?
Ternyata Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam
pernah memprediksi bahwa proses dekadensi
ummat Islam sangat terkait dengan dua indikasi
yang sedang kita bicarakan ini:
ْنَع يِبَأ
َةَماَمُأ
يِلِهاَبْلا
ْنَع
ِلوُسَر
ِهَّللا
ىَّلَص
ُهَّللا
ِهْيَلَع
َمَّلَسَو
ْنُيَلَلاَق
ىَرُع
ماَلْسِإْلا
ًةَوْرُع
ًةَوْرُع
اَمَّلُكَف
ْتَضَقَتْنا
شَتٌةَوْرُع
ُساَّنلا
يِتَّلاِب
اَهيِلَت
ُهُلَّوَأَو
اًضْقَن
ُمْكُحْلا
َنُهُرِخآَو
ُةاَلَّصلا
(AHMAD - 21139) : Dari Abu Umamah Al Bahili
dari Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam
bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai
simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai
maka manusia akan bergantungan pada simpul
berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah
masalah hukum dan yang paling akhir adalah
sholat."
Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam
memperingatkan kita yang hidup di belakang
hari menjelang semakin dekatnya Kiamat
bahwa proses dekadensi Ummat Islam akan
terjadi seiring ditingalkannya pemberlakuan
aspek hukum Islam atau hukum Allah sampai
diabaikannya kewajiban menegakkan kewajiban
sholat. Padahal kita menyaksikan dewasa ini
bahwa kedua kutub ekstrim tersebut jelas-jelas
telah ditinggalkan oleh sebagian besar ummat
Islam.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Siapa yang
meninggalkan syari’at paten yang diturunkan
kepada Muhammad Ibnu Abdillah
Shallallahu'alaihiWasallam penutup para nabi,
dan dia malah merujuk hukum kepada yang
lainnya berupa hukum-hukum (Allah) yang
sudah dinasakh (dihapus), maka dia kafir. Maka
apa gerangan dengan orang yang berhukum
kepada Ilyasa dan lebih mengedepankannya
atas hukum Allah? Siapa yang melakukannya
maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin ”. [Al
Bidayah Wan Nihayah: 13/119].
Lalu Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan lebih
lanjut tentang tentang Kitab Yasiq/Ilyasa: “Ia
adalah kitab undang-undang hukum yang dia
(Raja Tartar, Jengis Khan) kutip dari berbagai
sumber; dari Yahudi, Nashrani, Millah
Islamiyyah, dan yang lainnya, serta di
dalamnya banyak hukum yang dia ambil dari
sekedar pandangannya dan keinginannya, lalu
(kitab) itu bagi keturunannya menjadi aturan
yang diikuti yang lebih mereka kedepankan dari
pada al hukmu bi Kitabillah wa sunnati Rasulillah
shalallahu ‘alaihi wasallam (berhukum kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu
‘ alaihi wasallam). Siapa yang melakukan itu,
maka wajib diperangi hingga kembali kepada
hukum Allah dan Rasul-Nya, selainnya tidak
boleh dijadikan acuan hukum dalam hal sedikit
atau banyak ”.
Sedangkan dalam kaitan dengan sholat, Nabi
Shallallahu'alaihiWasallam sangat menganjurkan
agar kaum muslimin pria sedapat mungkin
menegakkan sholat lima waktu berjamaah di
masjid kecuali jika ada uzur syar ’i. Dan mereka
yang tanpa alasan benar meninggalkan sholat
berjamaah ke masjid dikaitkan dengan penyakit
kemunafikan. Di antaranya kita dapati hadits
berikut:
َلاَق
ُلوُسَر
ِهَّللا
ىَّلَص
ُهَّللا
ِهْيَلَع
َمَّلَسَو
َّنِإ
َلَقْثَأ
ٍةاَلَص
ىَلَع
قِفاَنُمْلا
ُةاَلَص
ِءاَشِعْلا
ُةاَلَصَو
ِرْجَفْلا
ْوَلَو
َنوُمَلْعَي
اَم
اَمِهيِف
مُهْوَتَأَل
ْوَلَو
َلَواًوْبَح
ُتْمَمَه
ْنَأ َرُمآ
ةاَلَّصلاِب
َماَقُتَف
َّمُث َرُمآ
اًلُجَر
َيِّلَصُيَف
ِساَّنلاِب
َّمُث
َقِلَطْنَأ
يِعَم
ٍلاَجِرِب
ْمُهَعَم
ٌمَزُح ْنِم
ٍبَطَح
ىَلِإ
ٍمْوَق
اَل
َنوُدَهْشَي
َةاَلَّصلا
َقِّرَحُأَف
ْمِهْيَلَع
ْمُهَتوُيُب
ِراَّنلاِب
(MUSLIM - 1041) : Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Shalat yang dirasakan
berat bagi orang-orang munafik adalah shalat
isya` dan shalat subuh, sekiranya mereka
mengetahui keutamaannya, niscaya mereka
akan mendatanginya sekalipun dengan
merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk
menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan,
kemudian kusuruh seseorang dan ia
mengimami manusia, lalu aku bersama
beberapa orang membawa kayu bakar untuk
menjumpai suatu kaum yang tidak menghadiri
shalat, lantas aku bakar rumah mereka."
Sungguh keras sekali anjuran Nabi shallallahu
'alaihi wasallam agar setiap muslim menghadiri
sholat berjamaah di masjid. Bahkan beliau
mengancam akan membakar rumah-rumah
mereka yang sengaja tidak menghadiri sholat
berjamaah di masjid. Dan lebih daripada itu
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menggambarkan bahwa mereka yang enggan
sholat berjamaah di masjid merupakan indikasi
kuat golongan munafik. Tidak mengherankan
bilamana sahabat Abdullah bin Mas ’ud
radhiyallahu ’anhu sampai menyampaikan
pendapat sebagai berikut:
ْنَع ِدْبَع
ِهَّللا
َلاَق
ْدَقَلَو
اَنُتْيَأَر
اَمَو
ُفَّلَخَتَي
اَهْنَع
اَّلِإ
ٌقِفاَنُم
ُموُلْعَم
ِقاَفِّنلا
(MUSLIM - 1046) : Dari Abdullah bin Mas’ud ia
berkata: "Menurut pendapat kami, tidaklah
seseorang ketinggalan dari shalat (berjamaah di
masjid), melainkan dia seorang munafik yang
jelas kemunafikannya (munafik tulen)."
Sungguh jika melihat begitu banyaknya masjid
dewasa ini yang sepi di waktu sholat lima
waktu, kita sangat khawatir jangan-jangan ini
indikasi bahwa terdapat begitu banyak orang
yang berpotensi munafik di sekeliling kita. Dan
jika hal ini benar adanya tidak mengherankan
bila pemberlakuan kembali Syariat Islam dan
Hukum Allah menjadi sangat sulit. Sebab
jangankan kaum kafir di luar Islam, sedangkan
di tengah tubuh ummat Islam sendiri lebih
banyak hadirnya kaum munafik daripada kaum
mu ’min sejati. Padahal Allah telah menegaskan
bahwa fihak yang paling keras menolak diajak
kepada pemberlakuan hukum Allah dan hukum
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ialah kaum
munafik. Wa na ’udzubillah min dzaalika.
اَذِإَو
َليِق
ْمُهَل
اْوَلاَعَت
ىَلِإ اَم
َلَزْنَأ
ُهَّللا
ىَلِإَو
ِلوُسَّرلا
َتْيَأَر
قِفاَنُمْلا
َنوُّدُصَي
َكْنَع
اًدوُدُص
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah
kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya
kamu lihat orang-orang munafik menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu. ” (QS An-Nisa 61)
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan
mu ’min sejati yang senantiasa ikhlas
memperjuangkan tegaknya hukumMu dan
janganlah Engkau masukkan kami ke dalam
golongan al-munafiqun yang menolak Hukum
Allah dan Hukum Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam

Comments

Popular posts from this blog

Negara Oman

Tak ada kesulitan sama sekali mengurus dokumen keimigrasian ke Oman terkesan sangat lancar dan mudah. Pekan terakhir Desember tahun lalu, saya dan delegasi dari Undip yang hendak melakukan negosiasi kerja sama akademik dan join-research dengan Sultan Qaboos University (SQU) di Muscat, Oman cukup berkomunikasi jarak jauh dengan pihak universitas. Hanya saling ber-email semuanya sudah beres. Oman termasuk negeri yang unik karena mempunyai dataran tinggi dan rendah dengan nuansa gurun plus pantai. Itu kombinasi landskap yang cantik. Kita bisa menikmati Taman Riyam di pinggir pantai bersama keluarga atau teman sambil menikmati kebab dan chicken tika, kopi Omani atau Mc Donald maupun Pizza. Ada tempat rekreasi pantai untuk publik di Marina Bandar Rowdha berdekatan dengan Marine Science and Fisheries Centre (Pusat Penelitian Perikanan Oman). Sebagai negeri gurun pasir, Oman dua musim, yaitu dingin dan panas.

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong