Skip to main content

Antara Hukum Allah dan Hukum Produk Manusia

Mengapa ummat Islam selalu saja
mempermasalahkan hukum apa yang
diberlakukan di tengah masyarakat? Mengapa
ummat Islam tidak bisa menerima saja hukum
apapun yang diberlakukan tanpa peduli apakah
itu hukum Allah ataukah hukum buatan
manusia? Bukankah yang penting adalah law
and order alias penegakkan hukum? Apalah
artinya jika dalam suatu masyarakat Islam
diberlakukan secara formal hukum Allah sebagai
hukum negara namun ternyata secara aplikasi
tidak terjadi penegakkan hukumnya? Bukankah
keadilan bisa dirasakan masyarakat luas bila
penegakkan hukum berlaku secara murni dan
konsekuen, meskipun hukumnya bukan hukum
Allah alias hukum buatan manusia?
Saudaraku, disinilah letaknya komitmen seorang
mukmin. Seorang mukmin harus menjawab
dengan jujur dan penuh kesadaran. Masyarakat
seperti apakah yang ia inginkan? Masyarakat
kumpulan hamba-hamba Allah yang beriman
dan patuh berserah-diri kepada Allah? Ataukah
ia puas dengan berdirinya suatu masyarakat
yang terdiri atas kumpulan manusia yang tidak
peduli taat atau tidaknya mereka kepada Allah
asalkan yang penting masyarakat itu berjalan
dengan harmoni tidak saling mengganggu dan
menzalimi sehingga semua merasa happy
hidup bersama berdampingan dengan damai di
dunia?
Saudaraku, seorang mukmin tidak pernah
berpendapat sebelum ia bertanya kepada Allah
dan RasulNya. Terutama bila pertanyaannya
menyangkut urusan yang fundamental dalam
kehidupannya. Oleh karenanya marilah kita
melihat bagaimana Allah menyuruh kita
bersikap bilamana menyangkut urusan hukum.
Di dalam Kitabullah Al-Qur ’an Al-Karim terdapat
banyak ayat yang memberikan panduan
bagaimana seorang mukmin mesti bersikap
dalam urusan hukum. Di antaranya sebagai
berikut:
ِنَأَو
ْمُكْحا
ْمُهَنْيَب
اَمِب
َلَزْنَأ
ُهَّللا
اَلَو
ْعِبَّتَت
ُهَءاَوْهَأ
ُهْرَذْحاَو
ْنَأ
َكوُنِتْفَي
ْنَع ِضْعَب
اَم
َلَزْنَأ
ُهَّللا
َكْيَلِإ
>
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu …”(QS Al
Maidah ayat 49)
Dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i mengomentari
potongan ayat yang berbunyi “Dan hendaklah
kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah... ” dengan
catatan sebagai berikut: ”Hai Muhammad,
putuskanlah perkara di antara seluruh manusia
dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu
dalam kitab yang agung ini (yaitu Al-Qur ’an)...”
Sedangkan firman Allah:
َمْكُحَفَأ
يِلِهاَجْلا
َنوُغْبَي
ْنَمَو
ُنَسْحَأ
َنِم
ِهَّللا
اًمْكُح
ٍمْوَقِل
َنوُنِقوُي
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin ?” (QS Al Maidah ayat 50)
Mengomentari ayat di atas, maka dalam buku
” Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” penulis mencatat:
”Allah mengingkari orang yang berhukum
kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah
itu mencakup segala kebaikan dan melarang
segala keburukan. Berhukum kepada selain
hukum Allah berarti beralih kepada hukum
selain-Nya, seperti kepada pendapat, hawa
nafsu dan konsep-konsep yang disusun oleh
para tokoh tanpa bersandar kepada syariat
Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh
masyarakat jahiliyah yang berhukum kepada
kesesatan dan kebodohan yang disusun
berdasarkan penalaran dan seleranya sendiri.
Oleh karena itu Allah berfirman ”Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki?” dan
berpaling dari hukum Allah.”
Sedangkan bagian akhir dari ayat di atas yang
berbunyi ”...siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
maka penulisbuku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”
mengomentari ayat tersebut dengan mencatat:
” siapakah yang hukumnya lebih adil daripada
Allah bagi orang yang memahami syriat Allah
dan beriman kepada-Nya serta meyakini bahwa
Allah adalah yang Maha Adil di antara para
hakim? Al-Hasan berkata ”Barangsiapa yang
berhukum kepada selain hukum Allah maka
hukum itu merupakan hukum jahiliyah. ” Al—
Hafidz Abul-Qasim Ath-Thabrani meriwayatkan
dari ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shollallahu
’ alaih wa sallam bersabda:
ُضَغْبَأ
ِساَّنلا
ىَلِإ
هَّللا ْبُمَ
يِف
ماَلْسِإْلا
َةَّنُس
يِلِهاَجْلا
ُبِلَّطُمَو
ِمَد
ٍئِرْما
ِرْيَغِب
ٍّقَح
َقيِرَهُيِل
ُهَمَد
“Manusia yang paling dibenci Allah ialah orang
yang menghendaki tradisi jahiliyah dalam Islam
dan menuntut darah orang lain tanpa hak untuk
menumpahkan darahnya. ” (HR Bukhary)
Jadi, barangsiapa yang berhukum kepada selain
hukum Allah maka hukum itu merupakan
hukum jahiliyah. Sedangkan dalam sistem
kehidupan bermasyarakat dewasa ini seluruh
negara di seluruh penjuru dunia berhukum
dengan selain hukum Allah. Dalam sistem
demokrasi sumber hukumnya adalah rakyat,
berarti ia bukan hukum Allah alias hukum
jahiliyah...! Kalau memang ada satu macam
atau beberapa macam hukum yang ada dalam
Demokrasi ituserupadengan ajaran Islam atau
bahkan memang bersumber dari ajaran Islam,
tetap saja itu tidak disebut hukum Allah. Ia tidak
disebut hukum Allah karena ia sudah dicampur
dengan hukum buatan manusia. Sedangkan
sudah cukup jelas apa yang diutarakan penulis
di atas ”Allah mengingkari orang yang
berhukum kepada selain hukum Allah, karena
hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan
melarang segala keburukan. ” Apakah mungkin
ada hukum buatan manusia yang lebih
mencakup segala kebaikan dan melarang segala
keburukan daripada hukum Pencipta manusia,
Allah Subhanahu wa ta ’aala?
Saudaraku, menjadi jelaslah kepada kita
mengapa ummat Islam senantiasa
mempersoalkan hukum apa yang diberlakukan
di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya
urusan ini menyangkut permasalahan paling
mendasar yaitu aqidah. Seorang muslim tidak
merasa hidup dalam ketenteraman ketika ia
diharuskan mematuhi hukum buatan manusia
sedangkan keyakinan Iman-Islamnya
menyuruh dirinya agar hanya tunduk kepada
hukum dan peraturan yang bersumber dari
Allah semata. Bahkan keyakinannya
memerintahkan dirinya untuk mengingkari dan
tidak memandang hukum buatan manusia
sebagai layak dipatuhi. Karena ia menyadari
bahwa tidak ada manusia sempurna yang dapat
dan sanggup merumuskan hukum yang adil
bagi segenap jenis manusia. Hanya Sang
Pencipta manusia yang pasti Maha Adil dan
tidak punya kepentingan apapun terhadap
hukum yang dibuatnya untuk kemaslahatan
segenap umat manusia.
نْلَزْنَأَو
َكْيَلِإ
َباَتِكْلا
ِّقَحْلاِب
اًقِّدَصُم
اَمِل
َنْيَب
ِهْيَدَي
َنِم
ِباَتِكْلا
نِمْيَهُمَو
ِهْيَلَع
ْمُكْحاَف
ْمُهَنْيَب
اَمِب
َلَزْنَأ
ُهَّللا
اَلَو
ْعِبَّتَت
ُهَءاَوْهَأ
اَّمَع
َكَءاَج
َنِم
ِّقَحْلا
ٍّلُكِل
اَنْلَعَج
ْمُكْنِم
ًةَعْرِش
ًجاَهْنِمَو
ْوَلَو
َءاَش
ُهَّللا
مُكَلَعَجَل
ًةَّمُأ
ًةَدِحاَو
ْنِكَلَو
كَوُلْبَيِل
يِف اَم
ْمُكاَتَآ
ُقِبَتْساَف
تاَرْيَخْلا
ىَلِإ
ِهَّللا
مُكُعِجْرَم
اًعيِمَج
ُئِّبَنُيَف
اَمِب
ْمُتْنُك
ِهيِف
وُفِلَتْخَت
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an
dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk
tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya
kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu. ” (QS Al-Maidah ayat 48)
Mengomentari bagian ayat yang berbunyi
” Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu... ” penulis buku ”Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir” mencatat: ”Allah mencanangkan
aneka syariat yang bervariasi untuk menguji
hamba-hambaNya dengan apa yang telah
disyariatkan kepada mereka. Dan Allah
mengganjar atau menyiksa mereka karena
mentaati atau mendurhakaiNya. Barangsiapa
yang mentaati hukum Allah berarti bakal
diganjar dengan pahala di dunia dan di akhirat.
Sedangkan mereka yang menolak
pemberlakuan hukum Allah bakal disiksa karena
penolakannya untuk mematuhi hukum Allah
dan lebih ridha dengan hukum buatan manusia.
Wallahu a ’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Negara Oman

Tak ada kesulitan sama sekali mengurus dokumen keimigrasian ke Oman terkesan sangat lancar dan mudah. Pekan terakhir Desember tahun lalu, saya dan delegasi dari Undip yang hendak melakukan negosiasi kerja sama akademik dan join-research dengan Sultan Qaboos University (SQU) di Muscat, Oman cukup berkomunikasi jarak jauh dengan pihak universitas. Hanya saling ber-email semuanya sudah beres. Oman termasuk negeri yang unik karena mempunyai dataran tinggi dan rendah dengan nuansa gurun plus pantai. Itu kombinasi landskap yang cantik. Kita bisa menikmati Taman Riyam di pinggir pantai bersama keluarga atau teman sambil menikmati kebab dan chicken tika, kopi Omani atau Mc Donald maupun Pizza. Ada tempat rekreasi pantai untuk publik di Marina Bandar Rowdha berdekatan dengan Marine Science and Fisheries Centre (Pusat Penelitian Perikanan Oman). Sebagai negeri gurun pasir, Oman dua musim, yaitu dingin dan panas.

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong