Skip to main content

5 Sebab Aceh di beri nama Serambi Mekkah

Acehku sayang Acehku malang
Jasamu besar untuk republik
Tetapi orang kurang mengenang
Nasibmu aduhai sedihnya
Setiap hari nyawa melayang
Padahal Aceh bukan Palestina
Dan yang berkuasa bukan Yahudi
(Abu Az-Zahra)
Negeri Aceh pada abad ke 15 M pernah mendapat
gelar yang sangat terhormat dari umat Islam
nusantara. Negeri ini dijuluki “Serambi Makkah”
sebuah gelar yang penuh bernuansa keagamaan,
keimanan, dan ketaqwaan. Menurut analisis pakar
sejarawan, ada 5 sebab mengapa Aceh
menyandang gelar mulia itu.
Pertama, Aceh merupakan daerah perdana
masuk Islam di Nusantara, tepatnya di kawasan
pantai Timur, Peureulak, dan Pasai. Dari Aceh
Islam berkembang sangat cepat ke seluruh
nusantara sampai ke Philipina. Mubaligh-mubaligh
Aceh meninggalkan kampung halaman untuk
menyebarkan agama Allah kepada manusia.
Empat orang diantara Wali Songo yang
membawa Islam ke Jawa berasal dari Aceh, yakni
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Syarif
Hidayatullah, dan Syeikh Siti Jenar.
Kedua, daerah Aceh pernah menjadi kiblat ilmu
pengetahuan di Nusantara dengan hadirnya
Jami ’ah Baiturrahman (Universitas Baiturrahman)
lengkap dengan berbagai fakultas. Para
mahasiswa yang menuntut ilmu di Aceh datang
dari berbagai penjuru dunia, dari Turki, Palestina,
India, Bangladesh, Pattani, Mindanau, Malaya,
Brunei Darussalam, dan Makassar.
Ketiga, Kerajaan Aceh Darussalam pernah
mendapat pengakuan dari Syarif Makkah atas
nama Khalifah Islam di Turki bahwa Kerajaan
Aceh adalah “pelindung” kerajaan-kerajaan Islam
lainnya di Nusantara. Karena itu seluruh sultan-
sultan nusantara mengakui Sulatan Aceh sebagai
“ payung” mereka dalam menjalankan tugas
kerajaan.
Keempat, daerah Aceh pernah menjadi
pangkalan/pelabuhan Haji untuk seluruh
nusantara. Orang-orang muslim nusantara yang
naik haji ke Makkah dengan kapal laut, sebelum
mengarungi Samudra Hindia menghabiskan
waktu sampai enam bulan di Bandar Aceh
Darussalam. Kampung-kampung sekitar
Pelanggahan sekarang menjadi tempat
persinggahan jamaah haji dulunya.
Kelima, banyak persamaan antara Aceh (saat itu)
dengan Makkah, sama-sama Islam, bermazhab
Syafi’i, berbudaya Islam, berpakaian Islam,
berhiburan Islam, dan berhukum dengan hukum
Islam. Seluruh penduduk Makkah beragama
Islam dan seluruh penduduk Aceh juga Islam.
Orang Aceh masuk dalam agama Islam secara
kaffah (totalitas), tidak ada campur aduk antara
adat kebiasaan dengan ajaran Islam, tetapi kalau
sekarang sudah mulai memudar.
(Sumber : Koran Serambi Indonesia, sekitar tahun
1990-an)

Comments

Popular posts from this blog

Negara Oman

Tak ada kesulitan sama sekali mengurus dokumen keimigrasian ke Oman terkesan sangat lancar dan mudah. Pekan terakhir Desember tahun lalu, saya dan delegasi dari Undip yang hendak melakukan negosiasi kerja sama akademik dan join-research dengan Sultan Qaboos University (SQU) di Muscat, Oman cukup berkomunikasi jarak jauh dengan pihak universitas. Hanya saling ber-email semuanya sudah beres. Oman termasuk negeri yang unik karena mempunyai dataran tinggi dan rendah dengan nuansa gurun plus pantai. Itu kombinasi landskap yang cantik. Kita bisa menikmati Taman Riyam di pinggir pantai bersama keluarga atau teman sambil menikmati kebab dan chicken tika, kopi Omani atau Mc Donald maupun Pizza. Ada tempat rekreasi pantai untuk publik di Marina Bandar Rowdha berdekatan dengan Marine Science and Fisheries Centre (Pusat Penelitian Perikanan Oman). Sebagai negeri gurun pasir, Oman dua musim, yaitu dingin dan panas.

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong