Skip to main content

Tari Saman

Bagi para penikmat seni tari, Saman Gayo menjadi salah satu primadona dalam pertunjukan. Dalam setiap penampilannya, selain menyedot perhatian yang besar juga menyedot para penikmat seni tari. Oleh Junaidi Hanafiah Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak badan, kepala dan posisi badan.

Keunikan lainnya terlihat dari posisi duduk para penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan, ketika syair-syair dilagukan. Tari ini berasal dari dataran tinggi tanah Gayo. Di ciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman. Pada mulanya tarian ini hanya merupakan permainan rakyat biasa yang disebut Pok Ane. Melihat minat yang besar masyarakat pada kesenian ini maka oleh Syekh disisipilah dengan syair-syair yang berisi Puji-pujian kepada Allah SWT. Sehingga Saman menjadi media dakwah saat itu. Dahulu
latihan Saman dilakukan di bawah kolong Meunasah. Sehingga mereka tidak akan ketinggalan untuk shalat berjamaah. Salah seorang pegiat seni di tanah Gayo, Aceh Tengah, Khalisuddin, Jum’at (25/11) mengatakan, Saman Gayo merupakan permainan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakan Gayo mulai dari anak-anak hingga dewasa pada saat mengisi waktu luangnya. “Baik pada saat di sawah, mersah, sepulang mengaji di rumah pun mereka menyempatkan diri berlatih Saman. Permainan Saman menjadi sebuah seni pertunjukan yang sering dipentaskan sebagai media silaturahmi, menjalin persahabatan, penyampaian pesan- pesan moral, pantun muda-mudi, penggambaran alam dan lingkungan sekitar,” sebut Khalisuddin. Menurut Khalisuddin, keberadaan saman pada masyarakat Gayo merupakan sebuah tradisi yang turun temurun dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Saman ada dan hidup pada masyarakat Gayo Deret (Gayo Blang) dimanapun mereka berada. “Selain dilaksanakan di kampung halamannya, Saman juga dilakukan didaerah-daerah perantauan mereka. Di kampung halamannya, Saman dimainkan mulai dari tingkat jorong (dusun) hingga tingkat kabupaten. Saman bejamu dilakukan dengan mengundang saman dari daerah lain untuk bersama-sama bermain saman,” sambung Khalisuddin. Saman adalah bagian dari budaya masyarakat Gayo yang berfungsi sebagai media komunikasi, ajang silaturahmi, dan sebagai hiburan. Umumnya Saman dilakukan di bale saman atau di lapangan kampung yang ditampilkan pada hari-hari besar seperti upacara perkawinan, hari raya dan lain sebagainya. 
Saman dilakukan oleh kaum laki-laki yang umumnya usia muda. Mereka berlatih saman sejak usia dini di mersah (musallah). Anak- anak yang sedang mengaji di mersah umumnya akan ber-saman sebagai salah satu media bermain mereka. Khalisuddin mengatakan, jenis-jenis Saman diantaranya adalah Saman Jejunten, yaitu saman yang dilakukan malam hari dengan duduk di atas pohon kelapa yang ditebang.
Saman Njik, yaitu saman yang dilakukan pada waktu istirahat pada kegiatan menggirik padi. Saman Ngerje (Umah Sara), saman yang dilakukan oleh pemuda pada acara pesta perkawinan. “Bejamu Besaman, yaitu saman yang dilakukan dengan mengundang grup saman dari kampung lain. Bejamu Besaman dilakukan dengan dua cara, yang pertama Saman Sara Ingi (Saman satu malam) yaitu saman yang dilakukan semalam suntuk. Saman ini dilakukan pada hari besan keagamaan seperti Aidul Fitri, Aidul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW,”ungkap Khalisuddin. Selain itu, tambah Khalisuddin, ada juga Saman Roa Lo Roa Ingi (Saman dua hari dua malam), saman ini dilakukan secara terus menerus . Saman Bale Asam adalah saman yang dilaksanakan pada siang hari dalam rangka peringatan hari besar. Saman ini dilaksanakan secara bersama-sama di sebuah lapangan dan setiap grup bebas memilih lawannya.
Biasanya panitia acara akan mengaundang grup saman dari berbagai kampung untuk bertemu dan bertanding. “Dalam tarian Saman terdapat Rengum yaitu mukaddimah yang berupa tiruan bunyi yang diucapkan bersama-sama. Kemudian dilanjutkan dengan Salam yang diucapkan oleh salah seorang pemain (penangkat/ Syech). Setelah itu disebut Ulu Ni Lagu atau permulaan tari. Tahap selanjutnya adalah lagu dan gerakan-gerakan tari. Selanjutnya disebut Anak Ni Lagu adalah gerak tangan yang ringkas dan pendek yang berisi syair yang terdiri dari Saur dan redet,” ujarnya. Begitu lagu dinyanyikan pemain membuat Saur lalu disaurkan bersama-sama. Beberapa kali saur diselingi syech menyanyi melengking, dua atau tiga kali lalu naik atau berdiri di atas lutut dan dari syech itulah diberi isyarat lalu disambung dengan Guncang. Guncang ini dilakukan dengan
berdiri di atas lutut. “Apabila duduk bersimpuh dengan adegan yang sangat cepat sekali dinamakan gerutup.
Gerutup dilakukan pada posisi duduk. Dalam satu lagu, hal demikian terus dilakukan berkali-kali yang kemudian berubah berpindah dengan irama atau lagu lain. Dalam penutupan tarian biasanya dilakukan surang- saring atau dengan melakukan tepuk tangan dengan nyanyian bersama disertai saur hingga pertunjukan berakhir,” kata Khalisuddin. Pada Kamis (24/11), sidang sesi keenam Komite Antar pemerintah UNESCO di Nusa Dua,Bali, resmi mengakui tari asal Kabupaten Gayo Lues itu sebagai warisan budaya dunia.
Pengakuan tersebut berhasil didapatkan setelah melalui proses yang panjang. Dalam penilaian yang dilakukan pakar dari 24 negara itu, Tari Saman ditetapkan dalam kategori warisan budaya tak benda yang saat ini memerlukan perlindungan mendesak (urgent safeguarding list). Suyud mengatakan, berkas nominasi Tari Saman telah disusun dengan teliti sejak Maret 2010 bersama Pemerintah Provinsi NAD,Pemerintah Daerah Gayo Lues, dan masyarakat. Berkas itu kemudian diajukan dalam sidang,bersaing dengan puluhan nominasi warisan budaya dunia tak benda dari berbagai negara. Salah satu kriteria dimasukkannya Tari Saman ke dalam daftar warisan budaya dunia tak benda yang memerlukan perlindungan karena tarian tersebut saat ini sudah jarang dilakukan laki- laki. Sebelum pengakuan atas Tari Saman, Indonesia sudah memiliki empat warisan budaya yang sudah terinskripsi pada daftar representatif budaya tak benda warisan manusia di bawah Konvensi UNESCO 2003, yakni wayang, keris, angklung, dan batik.(*)

Comments

Popular posts from this blog

Negara Oman

Tak ada kesulitan sama sekali mengurus dokumen keimigrasian ke Oman terkesan sangat lancar dan mudah. Pekan terakhir Desember tahun lalu, saya dan delegasi dari Undip yang hendak melakukan negosiasi kerja sama akademik dan join-research dengan Sultan Qaboos University (SQU) di Muscat, Oman cukup berkomunikasi jarak jauh dengan pihak universitas. Hanya saling ber-email semuanya sudah beres. Oman termasuk negeri yang unik karena mempunyai dataran tinggi dan rendah dengan nuansa gurun plus pantai. Itu kombinasi landskap yang cantik. Kita bisa menikmati Taman Riyam di pinggir pantai bersama keluarga atau teman sambil menikmati kebab dan chicken tika, kopi Omani atau Mc Donald maupun Pizza. Ada tempat rekreasi pantai untuk publik di Marina Bandar Rowdha berdekatan dengan Marine Science and Fisheries Centre (Pusat Penelitian Perikanan Oman). Sebagai negeri gurun pasir, Oman dua musim, yaitu dingin dan panas.

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong