Skip to main content

Cara Brunei mengatasi Ajaran Sesat


Oleh karena begitu banyaknya pemberitaan media tentang ajaran yang diduga menyesatkan, penulis menduga di tanah Serambi Mekkah kini sedang berlangsung sebuah ujian besar dalam hal kemantapan iman dan pengetahuan keislaman di setiap individu orang Aceh, betapa tidak, belum hilang ingatan kita tentang acara pensyahadatan kembali orang-orang Aceh yang di vonis sesat, kini timbul lagi ajaran semisal Laduni di Barat Aceh, dan di Aceh Utara yang entah apa nama ajaran itu. Dalam permasalahan ini tidak ada pihak yang dapat disalahkan, mengingat kita baru pulih dari keterpurukan social, namun Pemerintah (ulul Amri) yang punya kuasa, alangkah tepat jika permasalahan ini di sikapi dengan cepat sebelum keanehan disetiap ajaran itu muncul dengan terang-terangan, sambil bermusyawah dengan ulama, hingga mendapatkan solusi yang arif dan bijak.

Di Brunei tidak pernah kita mendengar ada ajaran-ajaran aneh seperti yang muncul di Aceh, disamping karna urusan Keagamaan dipegang langsung oleh kerajaan, kerajaan dibawah lembaga yang berwenang selalu aktiv mengontrol Aqidah rakyatnya agar jangan keluar dari koridor yang telah ditetapkan, dengan cara membatasi ruang gerak pada hal-hal yang dicurigai dapat merusak Aqidah dan selalu mesosialisasikan lewat media atau mimbar tentang Aqidah yang dibenarkan oleh Kerajaan. Cara ini tebukti ampuh dan tepat, dengan kita melihat pada rakyatnya yang tidak sama sekali terbimbang dan ragu dalam urusan pegangan beribadah. Aceh dikenal orang dengan keislamannya yang kuat dan menjadi panutan di nusantara, Lebih dari ini pun dalam membina dan mengontrol aqidah rakyatnya, bukanlah sesuatu yang mustahil.

Saya kira untuk mengatasi permasalah ini , pemerintah harus memegang penuh dalam bidang keagamaan, dengan mengambil peran aktif dalam beberapa hal, seperti membentuk sebuah lembaga diatur oleh qanun yang poinnya termaktub ajaran atau mazhab apa saja yang dibolehkan di Aceh, hal ini kemungkinan besar dapat dilakukan, dengan menimbang Aceh punya hak Istimewa dalam bidang keagamaan.

Brunei telah berhasil membentuk satu lembaga yang disebut Lembaga Pengawalan Akidah dibawah bimbingan Kerajaan, lembaga itu punya wewenang penuh dalam mengawal dan mengawasi Akidah yang telah di undang-undangkan oleh Majelis Kerajaan, diantaranya tidak boleh menyebarkan ajaran atau paham selain Paham Ahlisunnah wal Jamaah Mazhab Imam Syafi`i. disini saya yakin Pemerintah Aceh (Pihak Terkait) punya solusi tersendiri dalam menghadapi kemajemukan Masyarakat Aceh, walau kiranya tidak terbatas pada satu Mazhab, akan tetapi Pemerintah harus punya garis akurat tentang batas, dan materi yang menjadi panutan masyarakat dalam beragama.

Disamping tanggungjawab Pemerintah dalam hal memberdayakan Ekonomi rakyat yang di pimpinnya, dalam hal urusan penyelamatan Aqidah pun sesuatu yang tidak dapat di elakkan. Intinya Pembangunan Ekonomi dan Kemajuan Agama harus berjalan seiring. Kita sebagai muslim yang punya tanggung jawab Dunia dan Akhirat, dua perkara ini benar-benar harus punya prioritas masing-masing dalam membangun, bila pun kita mempokuskan kemajuan ekonomi tanpa menghirau kemajuan agama, hal ini dapat menjadi ketimpangan di kemudiaan hari, begitu juga jika kita mengutamakan keagamaan tanpa memperdulikan ekonomi, hal ini pun saya rasa kecil kemungkinan, tuntan zaman meminta kita untuk stabil dalam perekonomian.
Tersisalah sebuah harapan kami di negara orang kepada pemeritahan Aceh yang baru, untuk sama-sama membawa masyarakat menuju bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Wallahua`lam.

Muhammad Uzny Bin Nasir.
Masyarakat Aceh Di Brunei Darussalam
Jalan Bunga Paya Merah, Kampong Pasai. No 23. SPG. 32. Sengkurong. Brunei Darussalam
muhduzny@gmail.com. +673 7156982

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.