Skip to main content

Rincong

Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan merupakan simbol keberanian, keperkasaan, pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari abad ke abad.Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam Kesultanan di abad ke-13.Aceh sebagai sebuah kekuatan tentera terpenting di dunia Melayu dengan persenjataan yang lengkap. Kerana hubungan internasional dengan dunia barat, bentuk rencong juga mulai mengikuti perkembangannya, terutama Turki dan anak benua India.
Rencong juga mempunyai kesamaan dengan blade yang dipakai oleh tentera Turki di masa Sultan Mahmud kerajaan Ottoman Turki dan juga Mughal scimitar dengan gaya rapiers dan daggers yang di ikat pinggang.Di masa lalu, simbolisme Islam dari rencong telah dihubungkan dengan Perang Suci atau jihad. Dengan kekuatan senjata ditangan dan keyakinan pada kuasa Allah. Rencong seperti memiliki kekuatan yang ghaib sehingga masyarakat Aceh sangat terkenal dengan pepatah :

"Tatob ngon reuncong jeuet Ion peu-ubat, nyang saket yang tapansie Haba."

Semasa Aceh mengusir Portugis dari seluruh tanah sumatera dan tanah Melaka serta masa penjajahan Belanda, rencong merupakan senjata yang membunuh disamping pedang dan bedil yang digunakan di medan perang, tidak hanya oleh para Sultan,Laksamana,Pang, Pang sagoe, Uleebalang,Teuku,Teungku Agam,Sayed,HabibCut Ampon ,Cut Abang , namun juga oleh Teungku Inong,Syarifah,Cut Kak, Cut Adoe,Cut Putroe, dan Cut Nyak. Senjata ini diselitkan di pinggang depan setiap lelaki dan wanita perkasa Aceh sebagai tanda Keperkasaan dan ketinggian martabat, sekaligus simbol pertahanan diri, keberanian, kebesaran, dan kepahlawanan ketika melawan penjajah Belanda.

Dalam perjuangan dan pertempuran melawan Portugis dan Belanda, sejarah mencatat nama-nama besar pahlawan-pahlawan dan srikandi Aceh, seperti Tgk Umar,Panglim Polem,Teungku Chik Ditiro, Laksamana Malahayati,Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan Teungku Fakinah yang tidak melepaskan rencong dari pinggangnya.Rencong memiliki makna filosofi religius dan keislaman, Gagangnya yang berbetuk huruf Arab diambil dari padanan kata Bismillah. Padanan kata itu boleh dilihat pada hulu yang melekuk kemudian menebal pada bagian sikunya. Hulu rencong berbentuk huruf BA, Hulu tempat genggaman merupakan aksara SIN, bilah yang menurun ke bawah pada pangkal besi dekat gagangnya merupakan aksara MIM, Pangkal besi bilan dekat gdengan hulu yang menyerupai lajur-lajur besi dari pangkal hulu hingga dekat hujungnya melambangkan aksara LAM ,Bagian bawah sarung memiliki bentuk huruf HA, sehingga keseluruhan hurup "BA, SIN, MIM, LAM, HA", susunan huruf yang terbaca membentuk kalimat Bismillah.Ini merupakan lambang yang memperlihatkan karakteristik masyarakat Aceh yang sangat berpegang teguh pada kemuliaan ajaran Islam.


Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong...

SEJARAH NEGARA ACEH

Acheh, yang sejak tahun 1500, sudah berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam sejarahnya yang panjang itu, Acheh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya sebagai pembina peradaban bangsa-bangsa di kawasan Dunia Melayu; pola dan sistem pendidikan militer yang mampu memompa semangat heroisme dan patriotisme tidak terkecuali kaum wanitanya; komitmennya dalam menentang setiap bentuk dan kaedah kolonialisme-imperialisme, kapitalisme; sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik; mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan tentang ilmu duniawi dan ukhrawi; kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain, hingga kemudian disadari oleh ahli sejarah dunia bahwa apa yang telah diperankan oleh bangsa Acheh dapat diteladani oleh bangsa dan negara manapun di dunia ini. Memang benar, sejak tahun 1411, Acheh telah membina hubungan dagang dengan negeri Cina semasa dynasti Ming. Untuk melihat ad...

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.