Skip to main content

AKANKAH ACEH SEPERTI BRUNEI?

Akankah Aceh Seperti Brunei? [1]
Muhammad Uzni Bin Nasir [Warga Matang Sijuek Teungoh Baktia Barat, Aceh Utara di Brunei Darussalam]
Selasa, 17 Juli 2012 03:26 WIB

Sebuah nama yang memiliki makna baik mungkin bisa menjadi sebuah doa dan merujuk kepada negeri kita di ujung utara Sumatra dan di ujung utara pulau Kalimantan, nama Aceh dan Brunei tidak jauh berbeda karena pernah dan masih bersandang kata "Darussalam" yaitu maknanya negeri aman sejahtera.

Mengutip berita dari media cetak lokal di Aceh pada beberapa bulan lalu saat orasi politik pasangan yang di usung oleh Partai Aceh yaitu dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang dikenal sebagai pasangan ZIKIR , dihadapan massa yang berkumpul di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya kala itu, duet ZIKIR memaparkan salah satu misinya memakmurkan Aceh seperti Brunei Darussalam.

Dulu, semasa kampanye misi ini merupakan sebuah cita-cita yang hendak di direalisasikan mengingat ketika itu masih sebatas rencana dan wacana, entah menang atau tidak di arena Pilkada. Namun setelah 25 juni 2012 kesempatan berbuat telah terbuka lebar kepada ZIKIR untuk mewujudkan wacana itu menjadi kenyataan.

Sebagai tanda-tanda wujud merealisasikannya--juga ditulis oleh berita--pada satu kesempatan lainnya pula Muzakir Manaf pernah bertanya, “Na wate 5 thon Tabangun Aceh, Na Pakat?”. Penulis mencoba menterjemahkannya kalau Aceh mungkin akan dibangun dan berusaha memakmurkannya seperti Brunei Darussalam karena Mualem pernah berjanji saat kampanye dulu demikian.

Terlepas dari benar atau tidaknya janji tersebut, sebagai tanggung jawab moril oleh karena itu penulis ingin berbagi gambaran sekaligus mengajak pemerintah Aceh untuk melihat Brunei Darussalam dengan kacamata sendiri, karena kebetulan penulis saat ini berada di negara yang menjadi tamsilan ZIKIR dalam memakmurkan Aceh.

Sebagai mana telah awam kita ketahui, Brunei Adalah negara yang diperintahkan oleh seorang Sultan, dan Islam adalah azas negaranya. Negara Ini telah memperoleh kemerdekaan penuh dari Inggris sejak 28 tahun yang lalu tepatnya 1 Januari 1984, dalam hal ini Brunei telah mejadi sebuah negara merdeka dan terdaftar dalam negara-negara anggota PBB.

Maka dari itu Brunei mempunyai hak untuk mengatur negaranya tanpa di dikte oleh pihak mana pun, sehingga belum mencapai umur kedewasaan Brunei telah mampu bersaing dan bersanding dengan negara-negara maju di belahan benua.

Mereka telah sukses membawa nama baiknya keluar negara, juga mereka telah pun mampu mengatur didalam negerinya dengan sangat rapi dan tertib sehingga hampir tidak ada satu hal pun yang luput dari pantauan dan arahan dari kerajaan, termasuk hal yang sangat kecil sekalipun. Dalam hal keagamaan contohnya, Brunei sangat mementingkan akidah rakyatnya, sehingga tahun 1994 Brunei telah membentuk satu lembaga dibawah jabatan Hal Ehwal Syariah, Kementrian Hal Ehwal Ugama.

Lembaga ini difungsikan mengawal akidah agar rakyat Brunei tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran lain selain yang telah diakui oleh kerajaan, serta mengawal kegiatan dakwah apapun yang tidak sesuai dengan faham Ahli Sunnah waljamaah dengan mazhab Imam Syafie.
Pintu kompromi dalam urusan akidah memang tertutup rapat disini, mereka pun tiada absen bersiaga diperbatasan negara untuk memeriksa setiap tamu yang dicurigai agar bahan ajaran atau barang-barang “aneh” tidak dapat masuk ke negaranya. Hal ini dilakukan untuk mencegah “serangan” dari luar demi menyelamatkan generasinya.

Sedikit tambahan, tak luput pula perhatian lembaga itu untuk mengontrol urusan internal, tentang Muallaf misalnya. Ada hari tertentu dalam setiap minggu, tamu baru Muslim ini dikumpulkan untuk diberi pengetahuan Islam yang mendalam yang kesannya mereka tidak dibiarkan dalam keadaan galau setelah masuk Islam, mereka juga dijamin biaya hidupnya oleh kerajaan Brunei.

Pendidikan Al-Quran, di sini mejadi pelajaran wajib bagi anak usia sekolah mulai sekolah rendah (SD) sampai sekolah menengah, bahkan Kerajaan pun mengintruksikan langsung pada rakyatnya untuk membaca dan memahami Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dalam hal penulisan huruf Jawi, selain dimasukkan kedalam kurikulum sekolah, tulisan Jawi pun ikut juga dilestarikan lewat media negara dengan cara disediakan halaman khusus bertulisan Jawi yang isinya berupa nasehat-nasehat agama.

Sangat tepat mengingat media adalah konsumsi publik setiap hari. Dalam hal tulisan Jawi bukanlah pendatang baru bagi kita yang di Aceh karena sudah kita maklumkan bersama siapa yang mempopulerkan dan dari mana tulisan Jawi itu dulunya berasal, disini bukan meniru mereka yang telah membudayakan tulisan Jawi andai kita pun ikut memasukkan kedalam kurikulum sekolah, tetapi kita tidak akan rugi mengucapkan rasa terima kasih, kerena mereka telah merawat dengan baik cara menulis ulama-ulama Pasai Aceh disatu masa dulu.

Lembaga itu pun sempat mengurus pada masalah yang sangat kecil yang memang kurang penting di atur oleh negara, seperti kapan rakyat Brunei memulai belajar Zikir Maulid Nabi setiap tahunnya, bila waktu telah ditetapkan rakyat Brunei pun berbondong-bondong pergi ke masjid terdekat, tua dan muda ikut belajar berzikir maulid. Ini bukan berarti negara ini bersifat tamak, tetapi faedah dari perkara kecil ini untuk mengajak rakyat agar kompak rapi dan tertib serta disiplin.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.