Ketika Allah berbicara mengenai persatuan di
dalam Al-Qur ’an jelas bahwa yang dikehendaki
ialah muncunya suatu kesatuan berdasarkan
ikatan yang jelas dan hakiki. Allah tidak pernah
menyuruh manusia untuk menjadikan hal-hal
primordial sebagai sebab atau ikatan jalinan
yang menumbuhkan persatuan antar manusia.
Allah memang menyebutkan bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa, namun Allah tidak pernah menyuruh
kita untuk menjadikan faktor suku atau bangsa
sebagai faktor perekat. Eksistensi suku dan
bangsa yang beraneka ragam di tengah
pergaulan antar manusia merupakan sebuah
fakta yang tak terelakkan, tetapi bukan berarti
persatuan berdasarkan kesamaan suku atau
bangsa merupakan persatuan yang dianjurkan
apalagi diperintahkan oleh Allah maupun
RasulNya. Malah sebaliknya kita temukan
sebuah hadits yang mencela persatuan sekedar
berdasarkan fanatisme golongan, baik itu
golongan berdasarkan kesamaan bangsa, suku
atau warna kulit.
َسْيَل
اَّنِم ْنَم
اَعَد ىَلِإ
ٍةَّيِبَصَع
َسْيَلَو
اَّنِم ْنَم
َلَتاَق
ىَلَع
ٍةَّيِبَصَع
َسْيَلَو
اَّنِم ْنَم
َتاَم ىَلَع
ٍةَّيِبَصَع
“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa
yang menyeru kepada ashobiyyah (fanatisme
golongan). Dan tidaklah termasuk golongan
kami barangsiapa yang berperang atas dasar
ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah
termasuk golongan kami barangsiapa yang
terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme
golongan).” (HR Abu Dawud 4456)
Islam mengajarkan ummatnya untuk
menjadikan tali Allah sebagai faktor perekat
antara satu sama lain sesama orang-orang
beriman. Yang dimaksud dengan tali Allah ialah
nilai-nilai yang bersumber dari ajaran sempurna
Al-Islam. Islamic values merupakan satu-
satunya sebab orang-orang beriman pantas
dan layak bersatu dan berjamaah. Percuma kita
meneriakkan slogan persatuan ummat Islam
bilamana kita menyuruh mereka untuk
mengikatkan diri kepada tali selain tali Allah alias
ajaran Islam. Allah bahkan mengancam bahwa
kondisi tercerai-berai pasti akan muncul
bilamana kita berpegang kepada selain tali Allah.
ُمِصَتْعاَو
ِلْبَحِب
ِهَّللا
اًعيِمَج
اَلَو
اوُقَّرَفَت
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai... ” (QS Ali Imran ayat 103)
Allah mengancam bahwa segala bentuk
persahabatan, persekutuan, koalisi, pertemanan,
perkoncoan, aliansi, kemitraan akan berakibat
kepada saling bermusuhan kelak di hari
berbangkit, kecuali bila menjalin persahabatan
yang berlandaskan taqwa kepada Allah semata.
Mereka yang menjalin hubungan semata
berlandaskan taqwa kepada Allah akan akrab di
dunia dan tetap akrab di akhirat.
اَّلِخَأْلا
ٍذِئَمْوَي
ْمُهُضْعَب
ٍضْعَبِل
ٌّوُدَع
اَّلِإ
يِقَّتُمْلا
”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa. ” (QS Az-Zukhruf
ayat 67)
Persahabatan yang berlandaskan taqwa kepada
Allah seringkali disebut sebagai Al-Ukhuwwatu
Fillah (Persaudaraan dalam/karena Allah).
Mengapa? Karena mereka yang bersaudara
karena Allah adalah orang-orang yang sadar
bahwa sesungguhnya Allah-lah sebab bersatu
yang hakiki dan abadi.
َفَّلَأَو
َنْيَب
ْمِهِبوُلُق
ْوَل
َتْقَفْنَأ
اَم يِف
ِضْرَأْلا
اًعيِمَج
اَم
َتْفَّلَأ
َنْيَب
ْمِهِبوُلُق
َّنِكَلَو
َهَّللا
َفَّلَأ
ْمُهَنْيَب
ُهَّنِإ
ٌزيِزَع
ٌميِكَح
”dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-
orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada
di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS Al-Anfal ayat 63)
Orang-orang yang bersatu bukan berdasarkan
tali Allah akan bersatu sebatas masih
tersedianya ”kekayaan” yang mempersatukan
mereka. Kekayaan merupakan simbol dari
” kepentingan duniawi” yang sifatnya sementara
bahkan sesaat. Begitu kepentingan tersebut telah
menghilang, maka mereka akan segera tercerai
berai dan hilang kesatuannya. Bahkan tidak
kadang perpecahan serta permusuhan akan
segera tampak selagi masih di dunia tanpa
menunggu datangnya hari berbangkit.
Sedangkan orang-orang beriman tidak pernah
tertipu. Mereka sangat faham dan sadar bahwa
segala kepentingan dunia sifatnya adalah
kesenangan sementara dan menipu. Maka
mereka tidak akan mau menjalin bentuk
persatuan, perkoncoan, pertemanan, aliansi,
koalisi atau apapun namanya kecuali bila jelas
bahwa yang jadi sebab dan landasan bersatu
adalah Allah semata. Sebab Allah adalah Dzat
Yang Maha Hidup. Jika kita menyatukan diri satu
sama lain hanya karena Allah, maka kita akan
merasakan keakraban yang melampaui batas-
batas ruang dan waktu, sebab sampai
kapanpun dan dimanapun Allah tetap hadir dan
mendampingi mereka yang bersatu karena
Allah. Sekalipun sudah sama-sama meninggal
dunia, namun kelak ketika dibangkitkan di
hadapan Allah mereka yang saling bercinta,
bersaudara serta bersatu hanya karena Allah
akan mendapati Allah sebagai Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang di hari tersebut.
Mereka tidak akan memiliki rasa takut, khawatir
dan resah saat semua orang lainnya dalam
keresahan dan ketakutan di hari Kiamat. Bahkan
Allah akan menjadikan mereka sebagai orang-
orang istimewa yang dibanggakan dan
dilimpahkan cahayaNya. Sedemikian
istimewanya kedudukan mereka sehingga
menimbulkan kecemburuan dari para Nabi dan
para Syuhada.
َّنِإ ْنِم
ِداَبِع
ِهَّللا
اًساَنُأَل
اَم ْمُه
اَيِبْنَأِب
اَلَو
َءاَدَهُش
مُهُطِبْغَي
َيِبْنَأْلا
َدَهُّشلاَو
َمْوَي
ةَماَيِقْلا
ِهِناَكَمِب
ْنِم
ِهَّللا
ىَلاَعَت
اوُلاَق اَي
َلوُسَر
ِهَّللا
اَنُرِبْخُت
ْنَم ْمُه
َلاَق ْمُه
ٌمْوَق
اوُّباَحَت
ِحوُرِب
ِهَّللا
ىَلَع
ِرْيَغ
ٍماَحْرَأ
ْمُهَنْيَب
اَلَو
ٍلاَوْمَأ
ْوَطاَعَتَي
ِهَّللاَوَف
َّنِإ
ْمُهَهوُجُو
ٌروُنَل
ْمُهَّنِإَو
ىَلَع ٍروُن
اَل
َنوُفاَخَي
اَذِإ َفاَخ
ُساَّنلا
اَلَو
َنوُنَزْحَي
اَذِإ
َنِزَح
ُساَّنلا
َأَرَقَو
ِهِذَه
َةَيآْلا
} اَلَأ َّنِإ
َءاَيِلْوَأ
ِهَّللا اَل
ٌفْوَخ
ْمِهْيَلَع
اَلَو ْمُه
َنوُنَزْحَي
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah
terdapat mereka yang bukan para Nabi maupun
para Syuhada, namun para Nabi dan para
Syuhada cemburu dengan mereka di hari
kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah. ”
Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kabarkanlah
kepada kami, siapakah mereka? “ Beliau
bersabda: ”Mereka adalah kaum yang saling
mencinta dengan ruh Allah, mereka tidak diikat
oleh hubungan keluarga di antara mereka
maupun harta yang mereka kejar. Maka, demi
Allah, sungguh wajah mereka bercahaya, dan
mereka di atas cahaya. Mereka tidak takut saat
manusia ketakutan. Dan mereka tidak bersedih
saat manusia bersedih.” Lalu beliau
membacakan ayat: ”Ketahuilah, sesungguhnya
wali-wali Allah tidak merasa takut dan tidak
bersedih hati. ” (HR Abu Dawud 3060)
Saudaraku, sudah tiba masanya bagi ummat
Islam, dimanapun dan kapanpun, untuk
menyadari hal fundamental ini. Kita selama ini
telah tertipu bila menyangka masih ada ideologi
lain yang mampu mempersatukan manusia.
Apapun nama ideologi tersebut. Oleh
karenanya, marilah kita kembali meneladani
sunnah Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih
wa sallam dalam segala hal, termasuk dalam hal
menjalin ikatan persahabatan dan mewujudkan
persatuan.
Para penyeru Nasionalisme mengatakan bahwa
ideologi Islam adalah ideologi sempit dan
primordial karena akan menyebabkan retaknya
keutuhan eksistensi bangsa. Maka kitapun
mengatakan kepada mereka bahwa justeru
ideologi Nasionalisme itulah yang sempit dan
primordial. Kenapa? Karena ia hanya sibuk
dengan satu bangsa saja dan mengabaikan
bangsa-bangsa lainnya. Itupun masih kita
pertanyakan ketulusan dan kesungguhannya
memperhatikan nasib bangsa tersebut.
Sedangkan Islam datang justeru untuk
mempersaudarakan ummat manusia dari aneka
latar belakang suku dan bangsa. Lihatlah
sejarah, bagaimana Islam telah
mempersaudarakan sahabat Umar bin Khattab
dari bangsa Arab, Salman Al-Farisi dari Persia,
Shuhaib Ar-Rumi dari bangsa Romawi dan Bilal
bin Rabah dari Ethiopia. Jika hari ini kita lihat
bahwa persatuan ummat Islam sedang tidak
tampak, barangkali suatu pertanyaan mendasar
perlu diajukan. Benarkah ummat Islam dewasa
ini secara jujur telah menjadikan tali Allah saja
sebagai perekat untuk mewujudkan
persaudaraan dan persatuan di antara mereka
satu sama lain? Wallahua ’lam bish-showwaab.
Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa hati-hati
kami telah berhimpun dalam cinta kepadaMu,
bertemu dalam taat padaMu, bersatu dalam
da ’wah menyeruMu, saling berjanji untuk
menolong Syari’atMu, maka kokohkanlah -ya
Allah- ikatannya, kekalkanlah kasih-sayang di
antaranya, tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah
dengan cahayaMu yang takkan pernah padam,
lapangkanlah dada-dadanya dengan keutamaan
iman kepadaMu, keindahan tawakkal padaMu,
hidupkanlah dengan Ma ’rifah akan Engkau dan
matikanlah dalam keadaan syahid di jalanMu.
Sesungguhnya Engkau-lah sebaik-baik
Pemimpin dan sebaik-baik Penolong. Sholawat
dan salam atas Rasulullah Muhammad. Amin ya
Rabb.
dalam Al-Qur ’an jelas bahwa yang dikehendaki
ialah muncunya suatu kesatuan berdasarkan
ikatan yang jelas dan hakiki. Allah tidak pernah
menyuruh manusia untuk menjadikan hal-hal
primordial sebagai sebab atau ikatan jalinan
yang menumbuhkan persatuan antar manusia.
Allah memang menyebutkan bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa, namun Allah tidak pernah menyuruh
kita untuk menjadikan faktor suku atau bangsa
sebagai faktor perekat. Eksistensi suku dan
bangsa yang beraneka ragam di tengah
pergaulan antar manusia merupakan sebuah
fakta yang tak terelakkan, tetapi bukan berarti
persatuan berdasarkan kesamaan suku atau
bangsa merupakan persatuan yang dianjurkan
apalagi diperintahkan oleh Allah maupun
RasulNya. Malah sebaliknya kita temukan
sebuah hadits yang mencela persatuan sekedar
berdasarkan fanatisme golongan, baik itu
golongan berdasarkan kesamaan bangsa, suku
atau warna kulit.
َسْيَل
اَّنِم ْنَم
اَعَد ىَلِإ
ٍةَّيِبَصَع
َسْيَلَو
اَّنِم ْنَم
َلَتاَق
ىَلَع
ٍةَّيِبَصَع
َسْيَلَو
اَّنِم ْنَم
َتاَم ىَلَع
ٍةَّيِبَصَع
“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa
yang menyeru kepada ashobiyyah (fanatisme
golongan). Dan tidaklah termasuk golongan
kami barangsiapa yang berperang atas dasar
ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah
termasuk golongan kami barangsiapa yang
terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme
golongan).” (HR Abu Dawud 4456)
Islam mengajarkan ummatnya untuk
menjadikan tali Allah sebagai faktor perekat
antara satu sama lain sesama orang-orang
beriman. Yang dimaksud dengan tali Allah ialah
nilai-nilai yang bersumber dari ajaran sempurna
Al-Islam. Islamic values merupakan satu-
satunya sebab orang-orang beriman pantas
dan layak bersatu dan berjamaah. Percuma kita
meneriakkan slogan persatuan ummat Islam
bilamana kita menyuruh mereka untuk
mengikatkan diri kepada tali selain tali Allah alias
ajaran Islam. Allah bahkan mengancam bahwa
kondisi tercerai-berai pasti akan muncul
bilamana kita berpegang kepada selain tali Allah.
ُمِصَتْعاَو
ِلْبَحِب
ِهَّللا
اًعيِمَج
اَلَو
اوُقَّرَفَت
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai... ” (QS Ali Imran ayat 103)
Allah mengancam bahwa segala bentuk
persahabatan, persekutuan, koalisi, pertemanan,
perkoncoan, aliansi, kemitraan akan berakibat
kepada saling bermusuhan kelak di hari
berbangkit, kecuali bila menjalin persahabatan
yang berlandaskan taqwa kepada Allah semata.
Mereka yang menjalin hubungan semata
berlandaskan taqwa kepada Allah akan akrab di
dunia dan tetap akrab di akhirat.
اَّلِخَأْلا
ٍذِئَمْوَي
ْمُهُضْعَب
ٍضْعَبِل
ٌّوُدَع
اَّلِإ
يِقَّتُمْلا
”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa. ” (QS Az-Zukhruf
ayat 67)
Persahabatan yang berlandaskan taqwa kepada
Allah seringkali disebut sebagai Al-Ukhuwwatu
Fillah (Persaudaraan dalam/karena Allah).
Mengapa? Karena mereka yang bersaudara
karena Allah adalah orang-orang yang sadar
bahwa sesungguhnya Allah-lah sebab bersatu
yang hakiki dan abadi.
َفَّلَأَو
َنْيَب
ْمِهِبوُلُق
ْوَل
َتْقَفْنَأ
اَم يِف
ِضْرَأْلا
اًعيِمَج
اَم
َتْفَّلَأ
َنْيَب
ْمِهِبوُلُق
َّنِكَلَو
َهَّللا
َفَّلَأ
ْمُهَنْيَب
ُهَّنِإ
ٌزيِزَع
ٌميِكَح
”dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-
orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada
di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS Al-Anfal ayat 63)
Orang-orang yang bersatu bukan berdasarkan
tali Allah akan bersatu sebatas masih
tersedianya ”kekayaan” yang mempersatukan
mereka. Kekayaan merupakan simbol dari
” kepentingan duniawi” yang sifatnya sementara
bahkan sesaat. Begitu kepentingan tersebut telah
menghilang, maka mereka akan segera tercerai
berai dan hilang kesatuannya. Bahkan tidak
kadang perpecahan serta permusuhan akan
segera tampak selagi masih di dunia tanpa
menunggu datangnya hari berbangkit.
Sedangkan orang-orang beriman tidak pernah
tertipu. Mereka sangat faham dan sadar bahwa
segala kepentingan dunia sifatnya adalah
kesenangan sementara dan menipu. Maka
mereka tidak akan mau menjalin bentuk
persatuan, perkoncoan, pertemanan, aliansi,
koalisi atau apapun namanya kecuali bila jelas
bahwa yang jadi sebab dan landasan bersatu
adalah Allah semata. Sebab Allah adalah Dzat
Yang Maha Hidup. Jika kita menyatukan diri satu
sama lain hanya karena Allah, maka kita akan
merasakan keakraban yang melampaui batas-
batas ruang dan waktu, sebab sampai
kapanpun dan dimanapun Allah tetap hadir dan
mendampingi mereka yang bersatu karena
Allah. Sekalipun sudah sama-sama meninggal
dunia, namun kelak ketika dibangkitkan di
hadapan Allah mereka yang saling bercinta,
bersaudara serta bersatu hanya karena Allah
akan mendapati Allah sebagai Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang di hari tersebut.
Mereka tidak akan memiliki rasa takut, khawatir
dan resah saat semua orang lainnya dalam
keresahan dan ketakutan di hari Kiamat. Bahkan
Allah akan menjadikan mereka sebagai orang-
orang istimewa yang dibanggakan dan
dilimpahkan cahayaNya. Sedemikian
istimewanya kedudukan mereka sehingga
menimbulkan kecemburuan dari para Nabi dan
para Syuhada.
َّنِإ ْنِم
ِداَبِع
ِهَّللا
اًساَنُأَل
اَم ْمُه
اَيِبْنَأِب
اَلَو
َءاَدَهُش
مُهُطِبْغَي
َيِبْنَأْلا
َدَهُّشلاَو
َمْوَي
ةَماَيِقْلا
ِهِناَكَمِب
ْنِم
ِهَّللا
ىَلاَعَت
اوُلاَق اَي
َلوُسَر
ِهَّللا
اَنُرِبْخُت
ْنَم ْمُه
َلاَق ْمُه
ٌمْوَق
اوُّباَحَت
ِحوُرِب
ِهَّللا
ىَلَع
ِرْيَغ
ٍماَحْرَأ
ْمُهَنْيَب
اَلَو
ٍلاَوْمَأ
ْوَطاَعَتَي
ِهَّللاَوَف
َّنِإ
ْمُهَهوُجُو
ٌروُنَل
ْمُهَّنِإَو
ىَلَع ٍروُن
اَل
َنوُفاَخَي
اَذِإ َفاَخ
ُساَّنلا
اَلَو
َنوُنَزْحَي
اَذِإ
َنِزَح
ُساَّنلا
َأَرَقَو
ِهِذَه
َةَيآْلا
} اَلَأ َّنِإ
َءاَيِلْوَأ
ِهَّللا اَل
ٌفْوَخ
ْمِهْيَلَع
اَلَو ْمُه
َنوُنَزْحَي
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah
terdapat mereka yang bukan para Nabi maupun
para Syuhada, namun para Nabi dan para
Syuhada cemburu dengan mereka di hari
kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah. ”
Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kabarkanlah
kepada kami, siapakah mereka? “ Beliau
bersabda: ”Mereka adalah kaum yang saling
mencinta dengan ruh Allah, mereka tidak diikat
oleh hubungan keluarga di antara mereka
maupun harta yang mereka kejar. Maka, demi
Allah, sungguh wajah mereka bercahaya, dan
mereka di atas cahaya. Mereka tidak takut saat
manusia ketakutan. Dan mereka tidak bersedih
saat manusia bersedih.” Lalu beliau
membacakan ayat: ”Ketahuilah, sesungguhnya
wali-wali Allah tidak merasa takut dan tidak
bersedih hati. ” (HR Abu Dawud 3060)
Saudaraku, sudah tiba masanya bagi ummat
Islam, dimanapun dan kapanpun, untuk
menyadari hal fundamental ini. Kita selama ini
telah tertipu bila menyangka masih ada ideologi
lain yang mampu mempersatukan manusia.
Apapun nama ideologi tersebut. Oleh
karenanya, marilah kita kembali meneladani
sunnah Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih
wa sallam dalam segala hal, termasuk dalam hal
menjalin ikatan persahabatan dan mewujudkan
persatuan.
Para penyeru Nasionalisme mengatakan bahwa
ideologi Islam adalah ideologi sempit dan
primordial karena akan menyebabkan retaknya
keutuhan eksistensi bangsa. Maka kitapun
mengatakan kepada mereka bahwa justeru
ideologi Nasionalisme itulah yang sempit dan
primordial. Kenapa? Karena ia hanya sibuk
dengan satu bangsa saja dan mengabaikan
bangsa-bangsa lainnya. Itupun masih kita
pertanyakan ketulusan dan kesungguhannya
memperhatikan nasib bangsa tersebut.
Sedangkan Islam datang justeru untuk
mempersaudarakan ummat manusia dari aneka
latar belakang suku dan bangsa. Lihatlah
sejarah, bagaimana Islam telah
mempersaudarakan sahabat Umar bin Khattab
dari bangsa Arab, Salman Al-Farisi dari Persia,
Shuhaib Ar-Rumi dari bangsa Romawi dan Bilal
bin Rabah dari Ethiopia. Jika hari ini kita lihat
bahwa persatuan ummat Islam sedang tidak
tampak, barangkali suatu pertanyaan mendasar
perlu diajukan. Benarkah ummat Islam dewasa
ini secara jujur telah menjadikan tali Allah saja
sebagai perekat untuk mewujudkan
persaudaraan dan persatuan di antara mereka
satu sama lain? Wallahua ’lam bish-showwaab.
Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa hati-hati
kami telah berhimpun dalam cinta kepadaMu,
bertemu dalam taat padaMu, bersatu dalam
da ’wah menyeruMu, saling berjanji untuk
menolong Syari’atMu, maka kokohkanlah -ya
Allah- ikatannya, kekalkanlah kasih-sayang di
antaranya, tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah
dengan cahayaMu yang takkan pernah padam,
lapangkanlah dada-dadanya dengan keutamaan
iman kepadaMu, keindahan tawakkal padaMu,
hidupkanlah dengan Ma ’rifah akan Engkau dan
matikanlah dalam keadaan syahid di jalanMu.
Sesungguhnya Engkau-lah sebaik-baik
Pemimpin dan sebaik-baik Penolong. Sholawat
dan salam atas Rasulullah Muhammad. Amin ya
Rabb.
Comments
Post a Comment
Please write you coment.