Skip to main content

SISTEM DEMOKRASI, PENGHAMBAAN SESAMA HAMBA

Dalam surat yang dikirim kepada suku Najran
yang beragama Nasrani, Rasulullah shollallahu
’ alaih wa sallam menyampaikan seruan sebagai
berikut:
ينإف مكوعدأ
ىلإ ةدابع
هللا نم
ةدابع
دابعلا
“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada
penghambaan Allah ta’aala semata dan
meninggalkan penghambaan sesama
hamba. ” (HR Al-Baihaqi 2126)
Demikianlah, Islam datang membawa seruan
abadi agar manusia hanya menghambakan diri
kepada Allah ta ’aala semata. Ajaran Allah ta’aala
tidak membenarkan adanya penghambaan
antara sesama hamba. Manusia tidak
dibenarkan untuk menghamba kepada sesama
manusia. Pengertian menghamba kepada
sesama hamba bukan hanya dalam bentuk
manusia bersujud di hadapan manusia lainnya.
Tetapi pengertiannya mencakup ketaatan mutlak
kepada sesama manusia.
Fihak yang menerima penghambaan manusia
disebut ”Ilah” yang biasa diterjemahkan
sebagai ”tuhan” dalam bahasa Indonesia.
Sesungguhnya ”Ilah” mengandung setidaknya
tiga pengertian, yaitu: ”yang dicintai, yang
dipatuhi dan yang ditakuti.”
Apa hubungannya dengan Sistem
Demokrasi? Dalam Sistem Demokrasi
sekumpulan manusia dipilih untuk kemudian
ditempatkan pada posisi yang sedemikian
istimewanya sehingga mereka diperlakukan
sebagai fihak ”yang dicintai, yang dipatuhi dan
yang ditakuti.” Dan semua ciri tersebut telah
dibangun semenjak mereka masih
berkampanye. Dalam berbagai spanduk
kampanye, mereka dengan PD-nya (percaya
dirinya) memperkenalkan dirinya sebagai: Jujur,
Amanah, Bersih dll.
Ketika mereka telah duduk di kursi parlemen
dengan mandat yang diterima dari konstituen
yang mereka wakili, maka mereka kemudian
memperoleh wewenang yang sedemikian
besarnya sehingga mereka berhak menetapkan
hukum yang akan diberlakukan di tengah
masyarakat. Itulah sebabnya anggota parlemen
di Amerika Serikat bahkan diistilahkan sebagai
” lawmaker” artinya pembuat hukum. Hak untuk
merumuskan Undang-undang sama layaknya
dengan hak menyusun hukum. Padahal di
dalam kitab suci Al-Qur ’an Al-Karim jelas
dinyatakan bahwa hak menentukan hukum
hanyalah hak prerogratif milik Allah ta ’aala
semata.
اَلَو
ُعْدَت َعَم
ِهَّللا
اًهَلِإ
َرَخَآ اَل
َهَلِإ
اَّلِإ َوُه
ُّلُك
ٍءْيَش
ٌكِلاَه
اَّلِإ
ُهَهْجَو
ُهَل
ُمْكُحْلا
ِهْيَلِإَو
َنوُعَجْرُت
“Janganlah kamu sembah di samping
(menyembah) Allah ta’aala, tuhan apapun yang
lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah ta ’aala. BagiNyalah segala
penentuan(hukum), dan hanya kepada-Nyalah
kamu dikembalikan. ” (QS Al-Qashash ayat 88)
Berdasarkan ayat di ayat jelas bahwa Islam tidak
mengakui adanya fihak selain Allah ta ’aala yang
berhak menetapkan hukum. Penetapan Halal
dan haram merupakan wewenang Allah ta ’aala
semata. Namun dalam sistem demokrasi,
manusia (baca: anggota parlemen) berhak
menentukan halal dan haram (baca: legal dan
ilegal). Itulah sebabnya di Amerika misalnya,
hubungan homoseksual dahulu pernah
dianggap ilegal. Namun dengan berjalannya
waktu ia bisa berubah menjadi legal. Suatu
perkara yang mustahil terjadi di dalam sistem
Islam. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda:
ُلاَلَحْلا
ٌنِّيَب
ماَرَحْلاَو
ٌنِّيَب
“Perkara yang halal itu sudah jelas dan perkara
yang haram juga sudah jelas.” (HR Bukhary
1910)
Di dalam ajaran Islam urusan halal dan haram
tidak boleh berubah mengikuti selera zaman
dan manusia. Apalagi menjadikannya sebagai
obyek voting. Seolah sesuatu boleh dianggap
halal karena banyak pendukungnya, atau
sebaliknya dianggap haram bila sedikit
pendukungnya. Perkara ini merefleksikan
kepatuhan dan loyalitas manusia terhadap ilah
yang ia cintai, patuhi dan takuti. Hanya Allah
ta ’aala yang berhak menetapkan mana perkara
yang halal dan mana yang haram. Manusia
tinggal mematuhi saja sebagai bukti keimanan
kepada Penentu Hukum Tertinggi, yaitu Allah
ta ’aala. Sekaligus hal ini merupakan manifestasi
penghambaan dirinya kepada Penentu Hukum
tersebut.
Dalam sistem demokrasi masyarakat
kebanyakan menyerahkan ketaatan dan loyalitas
kepada para lawmakers, yakni anggota
parlemen. Lalu hak untuk menentukan perkara
mana yang halal/legal dan mana yang haram/
ilegal menunjukkan bahwa para lawmakers
dibenarkan berperan sebagai penentu hukum.
Jika kemudian produk hukum mereka dipatuhi
masyarakat, berarti masyarakat telah
menyerahkan loyalitas kepada para lawmakers
tersebut. Dengan kata lain terjadilah
penghambaan masyarakat luas kepada para
lawmakers. Dan para lawmakers telah
” berperan sebagai tuhan” atau ”playing god”.
Masyarakat luas menjadi hamba sedangkan
kumpulan lawmakers menjadi ilah masyarakat.
Itulah sebabnya di berbagai negara modern
yang menerapkan sistem demokrasi dewasa ini
terjadilah perlombaan yang begitu semarak
untuk menjadi kelompok elit anggota parlemen.
Setiap orang yang mengkampanyekan dirinya
untuk merebut kursi parlemen rela berkorban
untuk mendapatkannya. Berapapun mereka
bayar asal dapat kursi empuk tersebut. Hal ini
bukan hanya terjadi di negara yang dianggap
masih baru berdemokrasi. Bahkan di Amerika
sekalipun hal seperti ini berlangsung dengan
transparan.
Senator Ted Stevens dari partai Republican
mewakili negara bagian Alaska baru-baru ini
terbukti lewat pengadilan telah melakukan tujuh
pelanggaran korupsi. Secara teori ia bisa
diancam total tigapuluh lima tahun masa
penjara. Namun para ahli mengatakan bahwa
kemungkinan besar masa tahanannya tidak
akan selama itu, bahkan mungkin tidak akan
ditahan samasekali..!
Senator Stevens yang berusia 84 tahun telah
menjadi lawmaker semenjak tahun 1968. Ia
terbukti telah menyembunyikan fakta bahwa
dirinya menerima total uang sebesar $250.000
sejak 1999 hingga 2006 untuk sejumlah hadiah
dan biaya renovasi rumahnya di Alaska. Namun
jika ia akhirnya harus diberhentikan dari posnya
sebagai anggota parlemen, Senator Stevens
tetap berhak menerima uang pensiun sebesar $
122.000 per tahun, sebab ketujuh pelanggaran
yang telah dilakukannya tidak mencakup
pelanggaran yang bisa membatalkan haknya
menerima pensiun ...!!!
Demikianlah, sistem demokrasi menjamin dan
melindungi para ”tuhan” mereka di tengah
masyarakat yang setia menjadi hamba-
hambanya.
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang
benar itu benar dan berilah kami kekuatan untuk
selalu berfihak kepadanya. Dan tunjukkanlah
kepada kami bahwa yang batil itu batil dan
berilah kami kekuatan untuk menolaknya. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.