Berbicara tentang tegaknya Syari'at Islam di Aceh, sangatlah unik dan spesifik, hampir sepuluh tahun UU Pemberlakuan Syari'at Islam disahkan oleh Pemerintah, kenyataannya dalam hal urusan sehelai kain pun belum nampak keberhasilannya. Itu menurut apa yg terliat oleh mata orang umpama mata saya. Saya bermaksud tidak menyalahkan dalam fenomena ini, cuma terlintas dibenak nurani, apakah pemerintah kita ihklas memberi dan menerima pemberlakuan Syari'at Islam ini?? Atau seginilah Syari'at yg boleh di terapkan ia harus terbatas pada urusan 'Ubudiah dan Amaliah sahaja? Atau memang hati kita yg sudah keras membatu sehingga tidak mau percaya dan mengamalkan UU Ilahi Zat yg tiap hari kita sembah? Itulah pertanyaan yg membingungkan saya ketika melihat dan mendengar orang rame-rame teriak islam kaffah.Dari kenyataan ini, kita khawatir mungkin Allah telah menggolongkan kita ke kelompok yang mengolok-olok Syariat, garis kerasnya 'munafikun' (berbuat tak serupa cakap), nauzubillah tsuma nauzubillah.
Memang, untuk berhasil dan sukses menerapkan sesuatu apapun diantaranya butuh waktu, potensi dan promosi.
Disegi waktu Alhamdulillah sudah lumayan cukup (10 tahun sudah) karna kita bukan memperkenalkan Islam ini seperti zaman Rasulullah, dimana harus membangun pondasi awal ditengah jahilnya jahiliah.
Posisi kita sekarang cuma memberitau kepada Rakyat Aceh bahwa Ajaran Indatu kita telah mendapat izin Pemerintah untuk kita terapkan lagi, jadi sepuluh tahun itu rasanya telah memadai.
Potensi disini adalah komitmen pemimpin kita harus benar-benar penuh hati dalam menegakkan syariat ini,sehingga SDM dibawahnya dapat tau fungsi yang jelas dan mengarah ke tujuan Rabb kita. Kita sesuaikan dengan kenyataan selama ini, bahwa pemimpin yg terkait dengan syariat, mereka hanya mendata berapa jumlah Masjid, Dayah, Balai, Guru pengajian kemudian memberi bantuan. Bukan arti ini tidak boleh, akantetapi bagusnya urusan kelola bantuan kita serahkan kepada bidang Sosial sahaja, mereka yang membangun tentang fisik dan fasilitas.
Di bidang syariat hanya memikir dan membuat programnya yg mengarah ke tuntunan Islam yg sebenarnya, agar kami dan ini rakyat harus islami dalam segala aspek.
Saya Rakyat jelata yang awam lagi yang tak tau warna bangku sekolah apalagi Universitas, telah terlanjur memikir dan beranggap "syariat bagi2 peng" ini bukan suuzzhan pada Pemerintah, akan tetapi jika memang penerapan islam ini benar2, kenapa tidak dapat kami rasai oleh masyarakat kecil seperti saya?
Promosi maksud saya diatas bukanlah membuat iklan atau baliho-baliho besar di sudut kota dipinggir jalan. promosi disini adalah sosialisasi.
Umpamanya potensi wisata Alami Aceh bumi tempat kita disinggahi ini, kurang Promosi dan sosialisasi. Padahan dunia yg kita pijak ini memiliki cukup indah dan mempesona baik didarat Sabang atau didalam laut Simeulue, namun kita kurang Promosi sehinga tidak termasuk 10 besar wisata indonesia yg banyak dikunjungi, padahal jika kita mau jujur, potensi alami kita hampir mirip yg dimiliki oleh Bali, sangatlah mempesona diberikan Allah.
Sosialisasi syariat di Aceh sejak K.H.Abdurrahman Wahid, Ibu.Mega Wati, Bpk.Susilo Alhamdulillah sudah berlangsung 3 President, apakah dengung syariat masih diteriak-riak tanpa benar2 diterapkan hingga president selanjutnya? Wallahu Aklam.
Rasanya "pemerintah" sudah tibalah masa untuk tidak lagi berkata 'mari kita tegakkan Syariat Islam secara kaffah' akantetapi "pemerintah" sekarang Haruslah membuktikan dengan perbuatannya, seandainya perkataan mau diucapkan, ucaplah "ayo ikut aku menegakkan islam "
Sukses tidaknya menerapkan kehidupan islami, tak lepas dari peran langsung dari Ulama dan Umara, dengan sistim "atas menuju bawah". Dalam hal ini, Ulama lah yg harus berdiri di garda depan. Berdiri memimpin Umara dan Rakyat membawa kearah tuntutan islam. Nah.. Sekarang menjadi pertanyaan, berwenangkah ulama memimpin Umara dalam bidang syariat?
Setidaknya harus sejajar Ulama dengan Umara dalam hal ini, apalagi sejarah telah mencatat dan memberi pelajaran kepada kita bahwa peran Ulamalah yang membawa Negeri ini Makmur Sentosa.
Berbicara tentang Ulama tak lekang mafhumnya membahas tentang Islam, dan berlangsung nya Syariat Islam itu sendiri sangat membutuhkan fatwa Ulama,jadi disitulah letak penting Ulama dan betapa vitalnya Umara. Artinya Ulama Memfatwa hukum dan Umara Memerintah hukum kepada Rakyat nya. Dengan demikian baru dikatakan Negeri Syariat karna yg membuat hukum adalah pewaris Syariat.
Nah, sekarang Ulama ini di tempat kan pada posisi mana oleh Pemimpin negeri syariat ini? Naifnya jika memang Ulama 'diketerbelakangi' dalam urusan pemerintahan, padahal kita bercita2 tegak syariat Islam secara kaffah, sebab Syariat Kaffah sendiri cukup luas maknanya, ia tak cuma mengatur bidang hablum minallah saja , tapi hablum minannas juga sangat lengkap, bahkan ilmu tata negara/pemerintahan, politik, dan berbagai problema kehidupan anak Adam dengan jelas sudah diatur oleh UU produk Ilahi ini. Jadi percayalah pada dirikita sendiri(islam) dengan memaksimalkan Ulama untuk membawa Negeri ini ke Baladun Taibatun Warabbul Ghafur.
Amin.. Semoga.
Tulisan ini tidak saya maksud untuk menyudutkan, tulisan ini hanya realiata yg nampak di mata penulis, jika tersalah, sudi dibetulkan agar umat tidak tersesat. Wassalam.
Billahi Sabilil Haq.
Memang, untuk berhasil dan sukses menerapkan sesuatu apapun diantaranya butuh waktu, potensi dan promosi.
Disegi waktu Alhamdulillah sudah lumayan cukup (10 tahun sudah) karna kita bukan memperkenalkan Islam ini seperti zaman Rasulullah, dimana harus membangun pondasi awal ditengah jahilnya jahiliah.
Posisi kita sekarang cuma memberitau kepada Rakyat Aceh bahwa Ajaran Indatu kita telah mendapat izin Pemerintah untuk kita terapkan lagi, jadi sepuluh tahun itu rasanya telah memadai.
Potensi disini adalah komitmen pemimpin kita harus benar-benar penuh hati dalam menegakkan syariat ini,sehingga SDM dibawahnya dapat tau fungsi yang jelas dan mengarah ke tujuan Rabb kita. Kita sesuaikan dengan kenyataan selama ini, bahwa pemimpin yg terkait dengan syariat, mereka hanya mendata berapa jumlah Masjid, Dayah, Balai, Guru pengajian kemudian memberi bantuan. Bukan arti ini tidak boleh, akantetapi bagusnya urusan kelola bantuan kita serahkan kepada bidang Sosial sahaja, mereka yang membangun tentang fisik dan fasilitas.
Di bidang syariat hanya memikir dan membuat programnya yg mengarah ke tuntunan Islam yg sebenarnya, agar kami dan ini rakyat harus islami dalam segala aspek.
Saya Rakyat jelata yang awam lagi yang tak tau warna bangku sekolah apalagi Universitas, telah terlanjur memikir dan beranggap "syariat bagi2 peng" ini bukan suuzzhan pada Pemerintah, akan tetapi jika memang penerapan islam ini benar2, kenapa tidak dapat kami rasai oleh masyarakat kecil seperti saya?
Promosi maksud saya diatas bukanlah membuat iklan atau baliho-baliho besar di sudut kota dipinggir jalan. promosi disini adalah sosialisasi.
Umpamanya potensi wisata Alami Aceh bumi tempat kita disinggahi ini, kurang Promosi dan sosialisasi. Padahan dunia yg kita pijak ini memiliki cukup indah dan mempesona baik didarat Sabang atau didalam laut Simeulue, namun kita kurang Promosi sehinga tidak termasuk 10 besar wisata indonesia yg banyak dikunjungi, padahal jika kita mau jujur, potensi alami kita hampir mirip yg dimiliki oleh Bali, sangatlah mempesona diberikan Allah.
Sosialisasi syariat di Aceh sejak K.H.Abdurrahman Wahid, Ibu.Mega Wati, Bpk.Susilo Alhamdulillah sudah berlangsung 3 President, apakah dengung syariat masih diteriak-riak tanpa benar2 diterapkan hingga president selanjutnya? Wallahu Aklam.
Rasanya "pemerintah" sudah tibalah masa untuk tidak lagi berkata 'mari kita tegakkan Syariat Islam secara kaffah' akantetapi "pemerintah" sekarang Haruslah membuktikan dengan perbuatannya, seandainya perkataan mau diucapkan, ucaplah "ayo ikut aku menegakkan islam "
Sukses tidaknya menerapkan kehidupan islami, tak lepas dari peran langsung dari Ulama dan Umara, dengan sistim "atas menuju bawah". Dalam hal ini, Ulama lah yg harus berdiri di garda depan. Berdiri memimpin Umara dan Rakyat membawa kearah tuntutan islam. Nah.. Sekarang menjadi pertanyaan, berwenangkah ulama memimpin Umara dalam bidang syariat?
Setidaknya harus sejajar Ulama dengan Umara dalam hal ini, apalagi sejarah telah mencatat dan memberi pelajaran kepada kita bahwa peran Ulamalah yang membawa Negeri ini Makmur Sentosa.
Berbicara tentang Ulama tak lekang mafhumnya membahas tentang Islam, dan berlangsung nya Syariat Islam itu sendiri sangat membutuhkan fatwa Ulama,jadi disitulah letak penting Ulama dan betapa vitalnya Umara. Artinya Ulama Memfatwa hukum dan Umara Memerintah hukum kepada Rakyat nya. Dengan demikian baru dikatakan Negeri Syariat karna yg membuat hukum adalah pewaris Syariat.
Nah, sekarang Ulama ini di tempat kan pada posisi mana oleh Pemimpin negeri syariat ini? Naifnya jika memang Ulama 'diketerbelakangi' dalam urusan pemerintahan, padahal kita bercita2 tegak syariat Islam secara kaffah, sebab Syariat Kaffah sendiri cukup luas maknanya, ia tak cuma mengatur bidang hablum minallah saja , tapi hablum minannas juga sangat lengkap, bahkan ilmu tata negara/pemerintahan, politik, dan berbagai problema kehidupan anak Adam dengan jelas sudah diatur oleh UU produk Ilahi ini. Jadi percayalah pada dirikita sendiri(islam) dengan memaksimalkan Ulama untuk membawa Negeri ini ke Baladun Taibatun Warabbul Ghafur.
Amin.. Semoga.
Tulisan ini tidak saya maksud untuk menyudutkan, tulisan ini hanya realiata yg nampak di mata penulis, jika tersalah, sudi dibetulkan agar umat tidak tersesat. Wassalam.
Billahi Sabilil Haq.
Comments
Post a Comment
Please write you coment.