Manusia tidak pernah lepas dari kepentingan atau interesnya. Kapan dan di mana saja, manusia selalu membawa kepentingannya. Baik ketika mereka berhasil berada di pucuk maupun mereka masih betah di akar, apakah ia pemimpin yg lagi memimpin apalagi rakyat yg selalu melarat.
Sering hidup ini diarahkan untuk sebuah kepentingan.
Ketika berpikir dan mengabambil keputusan, manusia pun tetap terpengaruh dan tak bisa lepas dari interesnya. Oleh yg demikian kesimpulan pemikirannya sering dipengaruhi oleh kondisi dan situasi insani pada waktu tersebut. Jika ia berada dalam keadaan susah, suasana kesusahannya tercermin dalam pemikirannya. Begitu sebalik.
Hal ini sudah menjadi sifat manusia yg ditakdir Allah lemah dalam segala-galanya.
Disitulah Perlu aturan (hukum)kokoh dan komit yg mengatur arah hidup dan kehidupannya.
Dalam hai demikian Manusia pun mencoba membuat "Hukum" / aturan sendiri yg mengatur tata cara hidup dan kehidupan. dengan segala daya manusia memikir dan bermusyawarah untuk bisa melahirkan sebuah UU tertentu dan 'hukum" terkait, lalu disahkan oleh diri mereka sendiri. Dan tentu betapa pun pintarnya produk "hukum"nya tetap saja kekurangan dan kejanggalan oleh faktor zaman atau pengaruh keadaan yg disebabkan oleh interes dan kezaifannya pada segala sifat baharu yg melekat padanya, intinya tiadalah satupun abadi hasil pemikiran insan, sebab ia sendiri yg berubah dari masa ke masa.
"Hukum" Produk manusia ini sebenarnya tidaklah dikatakan sebuah hukum, tetapi undang2 atau peraturan/ tatacara yg mirip dengan adat istiadat manusia setempat, karna dimana setiap tempat akam berbeda aturannya sesuai adat dan tabiat daerah setempat. Barang siapa melanggar "hukum" buatannya dikenakan sangsi adat setempat. Dan mengamalkan aturannya pun tak diberi imbalan oleh pembuat hukum tersebut.
Saya katakan bukan hukum tapi adat, sebagai umpama, Coba seandainya kita tukar "hukum" Republik RI dengan "hukum" Diraja Malaysia tetangga dekat kita, pasti bertolak belakang dan tidak cocok dengan adat masing2. Itulah kekurangan besar Hasil pemikiran manusia dalam membuat aturan hidup ini yg hanya menyesuaikan situasi dan kondisi. Belum lagi jika kita tanya pada insan setempat cocok atau tidak.
Contoh lain,Di Amerika, awalnya minuman keras itu dilarang, seiring dgn bertambah banyak yg meminumnya, maka larangan itu dicabut, setiap org boleh saja minum, asal tidak menggangu ketertiban umum. Begitu juga masalah zina, disamping salah diartikan, mereka pun melegalkan. Krn yg mereka anggap baru dikatakan berzina, bila yg melakukan adalah orang yg telah berstatus telah "nikah", juga baru mendapat hukuman bila ada satu pihak di antara mereka yg membuat pengaduan bahwa ia tak rela telah dizinahi olehnya. Bila tak ada yg menuntut, maka terlepaslah dari hukuman apapun.
Itu hukum buatan insani, yg sengaja dirancang dan ditetapkan sesuai dgn keadaan masyarakatnya.
Jelaslah beda dengan hukum Ilahi Zat yg Maha Tinggi dan Bijaksana.
Dimana Dia telah Menurunkan Hukum
-hukum
Dengan perantara Jibril dan disambut oleh Nabi Muhammad SAW untuk hamba yg telah Dia ciptakan, disitu secara lengkap mengatur tentang cara bernegara, cara berumah tangga, lengkapnya mulai tidur sampai bangun kembali, kehidupan bahkan sampai kematian, dalam menganutnya pun kita bisa mendapat hikmah yg sangat agung, itulah yg hakikat Hukum, karna nyatalah faedah bagi siapa saja yg ihklas mengamalkannya, baik manfaat itu pada dirinya atau sesamanya bahkan disisiNYA.
Contoh, islam melarang kita berzina, hikmah dilarangnya sangatlah banyak, diantaranya, agar beda atara insani dgn hayawani, supaya keturunan penerus bumi ini di isi oleh orang2 yg jelas kejadiannya, menghindari penyakit menular(sekarang disebut AIDS), dan lain lagi masih banyak.
Yang sangat "anehnya" lagi Hukum Produk Ilahi ini sangatlah cocok untuk segala tempat manusia ini menetap, Qur'an cocok untuk Bangsa Indian (Amerika), Qur'an cocok untuk Bangsa di daratan gurun Australia, bahkan luar biasa sesuai Qur'an ini di daerah tropis garis khatulistiwa seperti negara kita Indonesia ini. Juga "Produk" Ilahi ini tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi, jika pun rakyat bumi meminta merevisinya namun hukum Allah tetap tidak bisa disesuaikan dgn keadaan, bagi penzina dimasa Nabi, Amirul Mukminin, dan khulafaul Rasyidin tetap sama hukum nya dimahkamah islam di zaman kita, hingga yaumilkiamah, yaitu rajam. Itulah kebenaran Sejati dan hukum Hakiki lagi tau arah dipertanggungjawabkan.
Coba kita bandingkan sendiri tentang kenyataan fakta ini, apakah kita masih ragu dan plin plan dan kurang percaya diri untuk mengamalkan Aturan Ilahi ini?
Seandainya orang berkata, Qur'an tidaklah sesuai dengan Budaya dan kehidupan Barat(Amerika), kalau boleh saya jawab, Barat itu sendiri yg belum ada kebudayaannya.red.)
Kembali kita ke Aceh, Alhamdulillah di Negeri Indatu Tanyoe masih ada yang yakin dengan dirinya sendiri, buktinya sakarang hendak dan bahkan akan pasti lahir sebuah Qanun tentang Jinayat yg mengatur Hukum Rajam bagi Zina/Zinah.
Disini apakah pembuat hukum Qanun ini "memaksukkan" interes mereka sebagai mahkluk insani? Atau menyesuaikan situasi dan kondisi? Mudah mudahan tidak.
(bermula Allah itu yg sangat mengetahui dgn kebenaran).
Semoga.. Dangan keyakinan, jika itu jalan Allah yg kita tempuh, cepat atau lambat pertolongan Nya pasti datang.
Akhirnya, atas kekeliruan dan kejanggalan, saya membutuhkan kebenaran, agar penyampaian ini tidak terpeleset dan terbelok ke shiratud dhallin.
Billahi Sabilill Haq.
Sering hidup ini diarahkan untuk sebuah kepentingan.
Ketika berpikir dan mengabambil keputusan, manusia pun tetap terpengaruh dan tak bisa lepas dari interesnya. Oleh yg demikian kesimpulan pemikirannya sering dipengaruhi oleh kondisi dan situasi insani pada waktu tersebut. Jika ia berada dalam keadaan susah, suasana kesusahannya tercermin dalam pemikirannya. Begitu sebalik.
Hal ini sudah menjadi sifat manusia yg ditakdir Allah lemah dalam segala-galanya.
Disitulah Perlu aturan (hukum)kokoh dan komit yg mengatur arah hidup dan kehidupannya.
Dalam hai demikian Manusia pun mencoba membuat "Hukum" / aturan sendiri yg mengatur tata cara hidup dan kehidupan. dengan segala daya manusia memikir dan bermusyawarah untuk bisa melahirkan sebuah UU tertentu dan 'hukum" terkait, lalu disahkan oleh diri mereka sendiri. Dan tentu betapa pun pintarnya produk "hukum"nya tetap saja kekurangan dan kejanggalan oleh faktor zaman atau pengaruh keadaan yg disebabkan oleh interes dan kezaifannya pada segala sifat baharu yg melekat padanya, intinya tiadalah satupun abadi hasil pemikiran insan, sebab ia sendiri yg berubah dari masa ke masa.
"Hukum" Produk manusia ini sebenarnya tidaklah dikatakan sebuah hukum, tetapi undang2 atau peraturan/ tatacara yg mirip dengan adat istiadat manusia setempat, karna dimana setiap tempat akam berbeda aturannya sesuai adat dan tabiat daerah setempat. Barang siapa melanggar "hukum" buatannya dikenakan sangsi adat setempat. Dan mengamalkan aturannya pun tak diberi imbalan oleh pembuat hukum tersebut.
Saya katakan bukan hukum tapi adat, sebagai umpama, Coba seandainya kita tukar "hukum" Republik RI dengan "hukum" Diraja Malaysia tetangga dekat kita, pasti bertolak belakang dan tidak cocok dengan adat masing2. Itulah kekurangan besar Hasil pemikiran manusia dalam membuat aturan hidup ini yg hanya menyesuaikan situasi dan kondisi. Belum lagi jika kita tanya pada insan setempat cocok atau tidak.
Contoh lain,Di Amerika, awalnya minuman keras itu dilarang, seiring dgn bertambah banyak yg meminumnya, maka larangan itu dicabut, setiap org boleh saja minum, asal tidak menggangu ketertiban umum. Begitu juga masalah zina, disamping salah diartikan, mereka pun melegalkan. Krn yg mereka anggap baru dikatakan berzina, bila yg melakukan adalah orang yg telah berstatus telah "nikah", juga baru mendapat hukuman bila ada satu pihak di antara mereka yg membuat pengaduan bahwa ia tak rela telah dizinahi olehnya. Bila tak ada yg menuntut, maka terlepaslah dari hukuman apapun.
Itu hukum buatan insani, yg sengaja dirancang dan ditetapkan sesuai dgn keadaan masyarakatnya.
Jelaslah beda dengan hukum Ilahi Zat yg Maha Tinggi dan Bijaksana.
Dimana Dia telah Menurunkan Hukum
-hukum
Dengan perantara Jibril dan disambut oleh Nabi Muhammad SAW untuk hamba yg telah Dia ciptakan, disitu secara lengkap mengatur tentang cara bernegara, cara berumah tangga, lengkapnya mulai tidur sampai bangun kembali, kehidupan bahkan sampai kematian, dalam menganutnya pun kita bisa mendapat hikmah yg sangat agung, itulah yg hakikat Hukum, karna nyatalah faedah bagi siapa saja yg ihklas mengamalkannya, baik manfaat itu pada dirinya atau sesamanya bahkan disisiNYA.
Contoh, islam melarang kita berzina, hikmah dilarangnya sangatlah banyak, diantaranya, agar beda atara insani dgn hayawani, supaya keturunan penerus bumi ini di isi oleh orang2 yg jelas kejadiannya, menghindari penyakit menular(sekarang disebut AIDS), dan lain lagi masih banyak.
Yang sangat "anehnya" lagi Hukum Produk Ilahi ini sangatlah cocok untuk segala tempat manusia ini menetap, Qur'an cocok untuk Bangsa Indian (Amerika), Qur'an cocok untuk Bangsa di daratan gurun Australia, bahkan luar biasa sesuai Qur'an ini di daerah tropis garis khatulistiwa seperti negara kita Indonesia ini. Juga "Produk" Ilahi ini tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi, jika pun rakyat bumi meminta merevisinya namun hukum Allah tetap tidak bisa disesuaikan dgn keadaan, bagi penzina dimasa Nabi, Amirul Mukminin, dan khulafaul Rasyidin tetap sama hukum nya dimahkamah islam di zaman kita, hingga yaumilkiamah, yaitu rajam. Itulah kebenaran Sejati dan hukum Hakiki lagi tau arah dipertanggungjawabkan.
Coba kita bandingkan sendiri tentang kenyataan fakta ini, apakah kita masih ragu dan plin plan dan kurang percaya diri untuk mengamalkan Aturan Ilahi ini?
Seandainya orang berkata, Qur'an tidaklah sesuai dengan Budaya dan kehidupan Barat(Amerika), kalau boleh saya jawab, Barat itu sendiri yg belum ada kebudayaannya.red.)
Kembali kita ke Aceh, Alhamdulillah di Negeri Indatu Tanyoe masih ada yang yakin dengan dirinya sendiri, buktinya sakarang hendak dan bahkan akan pasti lahir sebuah Qanun tentang Jinayat yg mengatur Hukum Rajam bagi Zina/Zinah.
Disini apakah pembuat hukum Qanun ini "memaksukkan" interes mereka sebagai mahkluk insani? Atau menyesuaikan situasi dan kondisi? Mudah mudahan tidak.
(bermula Allah itu yg sangat mengetahui dgn kebenaran).
Semoga.. Dangan keyakinan, jika itu jalan Allah yg kita tempuh, cepat atau lambat pertolongan Nya pasti datang.
Akhirnya, atas kekeliruan dan kejanggalan, saya membutuhkan kebenaran, agar penyampaian ini tidak terpeleset dan terbelok ke shiratud dhallin.
Billahi Sabilill Haq.
Comments
Post a Comment
Please write you coment.