Skip to main content

JANGAN MINTA ALLAH MURKA

Al-Quran sebagai pedoman umat muslim tidak cuma membicarakan tentang hukum dalam ber 'ubudiah hamba dengan Ilahnya sahaja, akan tetapi dalam Al-Quran banyak juga dikisahkan tentang bagaimana kisah perjalanan sejarah anak Adam dalam status sebagai khalifah pewaris bumi ini, baik disegi ketaatan atau dalam bidang keingkaran mereka, yg tak lain tujuanNYA selain menjadi Ibrah dan mauizah hasanah bagi kita kaum yg mengaku dan berikrar ahli dari Dinul Islam.

Ibrah kali ini, mari kita perhatikan kembali sepotong ayat Allah, surat An-Nahl Ayat 112.
Yg terjemahannya kira-kira begini: " Dan Allah telah membuat sesuatu perumpamaan dengan sebuah negeri yg dulunya aman lagi tentram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat nikmat Allah, karna itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yg yg selalu mereka perbuat".

Dalam ayat tersebut, Allah memberi gambaran tentang kehidupan satu penduduk negeri yg awalnya negeri tersebut diberkati oleh Allah, lalu Allah melimpahkan bermacam kenikmatan sehingga penduduk negeri tersebut makmur dan kaya raya, memang sudah jadi lumrah insani, dimana setelah mereka memiliki serba ada dan apapun kemauan mereka bisa dicapai, mereka lupa atas pemberi, dan lalai dari mensyukurinya, seakan-akan apa yg telah mereka dapat selama ini semata-mata murni dari jerih payah dan usahanya, tanpa campur tangan Allah. Mereka congkak dan memakai jubah pakaian Tuhan yaitu kesombongan.
Disitulah kemarahan (murka) Allah menimpa penduduk negeri tersebut.

Kita Alhamdulillah telah mengaku diri sebagai muslim atau muslimah, disamping ketaatan dan kepatuhan kepada Allah telah kita jalankan, apakah kita juga telah menerapkan UU ISLAM dalam kehidupan ini?
Atau masih kita menunggu dan menunggu?

Penerapan Syariat Islam, yg sebagiannya (berbuat ma'ruf dan mencegah mungkar) sebernarnya bukanlah terpundak atas pemimpin atau kelompok tertentu, namun ia terbeban kepada setiap individu insan yg mengaku muslim,( MAN RA-A MINKUM MUNGKARAN,, ) Apakah ia seorang pemimpin atau seorang rakyat jelata, ia wajib membawa dan membela islam. Namun hal ini sangat penting adalah dimulai penerapannya dari "atas" bahkan lebih utama dan perlu, karna yg di "bawah" akan terikuti sendiri kemana arah yg dituju oleh "atas", bahkan tak mungkin bawah itu maju tinggi lebih atas dari yg diatas.

Syukur, sekarang pemimpin kita (Aceh) satahu penulis adalah semuanya muslim,(maaf penulis tdk menjamin bisa baca tulis quran) dan punya kesempatan menerapkan Islam, lalu, apakah mereka merasa menerima amanah Allah ini untuk menjalankannya secara menyeluruh?
Atau malah cendrung di jahui dengan alasan syariat tidak sesuai lagi dgn perkembangan zaman, Bahkan terhambat ekonomi?
Saya menanyakan, apakah hukum warisan yg kita anut sekarang bisa mengikuti perkembangan masa?
Dan ekonomi kita maju pesat?
Jika kita mengakui hukum itu punya kelemahan dan kekurangan, kenapa tidak mengambil hukum Tuhan yg sempurna dan luar dari biasa?

Ironisnya Hukum syariat Islam diberlakukan hanya terbatas pada bidang pernikahan dan harta warisan, jika demikian seterusnya, maka lebih baik Surat Izin Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh kita suruh cabut saja, biar kita amalkan sampai ke anak cucu kita pada hukum tunggal peninggalan masa Sonok hokronyo.
Buat apa kita terapakan Hukum ilahi ini bila bentrok dengan KUHP?
Sadar atau tidak, kita (pemimpin) telah berkhianat kepada Allah. Dimana tindakan kita telah mengutamakan peraturan bikinan Basyar ketimbang wahyu Ilahi. Kenyataannya, untuk mejalankan syariat harus melangkahi beberapa Pasal serta tidak bertentangan dgn UUD45,KEPRES,dll, jika bertolak belakang dgn hukum bikinan Basyar itu maka Hukum Allah yg harus dikalahkan.
Itulah bentuk pengingkaran kita kepada Allah.

Sudahkah kita perhatikan masalah ini?

Pengkhianatan seperti ini, pasti mengundang murka Allah, jika Allah sudah marah, maka dengan sifatNYA yg maha Pengasih dan Penyayang, Allah memberi teguran atau peringatan melalui berbagai tanda dan isyarat alam, jika peringatan pun tidak kita mau tau dan mengabaikannya, maka bersiaplah menerima azab Allah yg tiada ampun. Nauzubillah.

Terkenalnya Negeri Aceh dalam sejarah, yg penulis tau, bukanlah sepenuhnya karna negeri ini subur dan kaya, namun karna faktor Agama Islam yg telah merasuk kedinding qalbu masyarakatnya, sehingga kehidupan masyarakat dipenuhi oleh nilai dan tradisi islami.
Apapun Demi Islam.
Dalam berperang pun, Ureung Aceh dulu bukanlah semata-mata ingin memperluas kekuasaan dan membela serta memperjuangkan tanah tempat kelahiran mereka sahaja, namun lebih dari itu, menyebar dan mempertahankan Agama Ilahi dan SyariatNYA, bahkan sampai sekarang masih menjadi sebagian barang bukti yg dapat kita telusuri, dimana untuk batas negeri (ceu nanggroe) aceh-sumut mereka membatasinya dari musuh dengan suara azan, sehingga disebutlah daerah itu dgn nama Geubang.
Begitulah pemimpin dan rakyat indatu kita dulunya, mereka sangat yakin dengan islam.

Nyan baro jeh...
Itu alasan yg tidak masuk akal sehat orang yg beriman. Krn Allah menurunkan syariat islam ini bukan terbatas untuk satu zaman atau satu kaum, tetapi mencakupi bagi sekalian 'alam, hingga yaumil qiyamah.

Sekarang, menunggu murka Allah atau maju mendapatkan RizaNYA?

Yakinlah Islam, karna Islam membawa Engkau dan Negeri Mu Damai.

Dimana kesalahan,mohon dibenarkan.

Billahi Sabilil Haq.
Uznynasa82@gmail.com

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.