Skip to main content

Gua Ilmu Di Ashabul Kahfi Sydney

Malam-malam pada bulan Juli di Sydney adalah malam-malam yang akan membuat siapa saja menggigil kedinginan. Tetapi, dinginnya malam di musim dingin ini tidak menyurutkan semangat warga negara Indonesia yang tinggal di sekitar Wiley Park, Sydney untuk mengikuti pengajian dua mingguan di Ashabul Kahfi. Dengan berpakaian tebal untuk melawan dingin, peserta pengajian yang berasal dari latar belakang usia dan suku yang berbeda-beda terlihat begitu antusias mengikuti kajian Islam pada malam itu.

Bagi mereka, menjadi Muslim/Muslimah di negara di mana Islam adalah agama minoritas tidaklah mudah. Keadaan ini tidak membuat mereka bertopang dagu. Mereka tetap bersemangat untuk mengikuti kajian tentang Islam yang tidak putus-putusnya diselenggarakan oleh Ashabul Kahfi.

Ashabul Kahfi adalah sebuah organisasi Islam non-profit yang didirikan pada tahun 1998. Organisasi ini didirikan oleh Chalidin Yacob, seorang putra Aceh yang telah lama bermukim di Australia. Menempati area seluas 600 m persegi di di 11 Edge St. Wiley Park, New South Wales, bangunan Ashabul Kahfi berdiri kokoh untuk melayani komunitas muslim di Sydney, khususnya di daerah Wiley Park dan sekitarnya.

Pendirian Ashabul Kahfi tidak terlepas dari keinginan untuk menghidupkan dakwah Islam di Australia. Menginjak usia yang ke-11 tahun, Ashabul Kahfi sudah mengembangkan kegiatannya dengan tidak hanya melayani komunitas Muslim/Muslimah Indonesia tetapi juga melayani komunitas Muslim dari negara lain, seperti Malaysia.

Bangunan itu tidak pernah sepi dari kegiatan dakwah lintas generasi. Setiap Rabu, Kamis dan Jumat, tempat itu menjadi tempat anak-anak dan remaja untuk belajar membaca Al Quran. Ashabul Kahfi juga menjadi tempat shalat Jumat bagi Muslim yang tinggal di sekitar tempat itu. Pada hari Jumat, Ashabul Kahfi menjadi tempat untuk memperdalam ilmu agama setiap dua minggu sekali. Beragam topik dibahas secara interaktif dengan menghadirkan berbagai narasumber.

Selain itu, Ashabul Kahfi menyelenggarakan program khusus untuk mengajarkan Bahasa Indonesia dan akhlak Islam kepada anak-anak Indonesia yang lahir di Australia. Program ini dilaksanakan setiap hari Minggu bertempat di Punchbowl Public School, Canterbury, New South Wales.

Pendirian Ashabul Kahfi tidaklah semulus yang dibayangkan. Awalnya, pengurus Ashabul Kahfi terhalang keterbatasan finansial untuk membeli properti di mana Ashabul Kahfi berdiri sekarang. Dengan bermodalkan pinjaman yang didapat dari Iskan, lembaga keuangan Syariah Australia, properti tersebut akhirnya dapat dibeli.

Sebagai konsekuensinya, pinjaman itu harus dilunasi. Ashabul Kahfi dihadapkan keterbatasan untuk melunasinya karena organisasi ini bersifat nonprofit. Dengan kuasa Allah, komunitas Islam Indonesia telah menunjukan komitmen untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini.

Pada 1 Mei 2009 yang lalu, terkumpul sejumlah dana melalui acara Malam Pengumpulan Dana (fundraising dinner) yang bertempat di Emporium Function Centre, Bankstown, New South Wales. Dana tersebut terkumpul dari sumbangan dan pinjaman tanpa bunga dari masyarakat Indonesia dan berbagai pihak di Sydney. Terkumpulnya dana tersebut menjadi jaminan kelangsungan syiar Islam melalui Ashabul Kahfi. Dengan demikian, komunitas Muslim/Muslimah Indonesia di Sydney dapat terus merasakan dampak positif dari keberadaan Ashabul Kahfi.

Dalam Surah Al-Kahfi, sekelompok pemuda mendapatkan pelajaran tentang kebesaran Allah yang menidurkan mereka dalam suatu gua selama ratusan tahun. Gua itu menjadi monumen untuk mengingatkan generasi Islam selanjutnya untuk terus menimba ilmu agama. Dengan semangat yang sama untuk terus mempelajari kebesaran agama yang diridhaiNya, komunitas Muslim Indonesia di Sydney telah menemukan “gua ilmu“ di Ashabul Kahfi. (Kiriman Ika Yuniar Wulandari, Sydney, Australia)

By: Eramuslim


Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.