Skip to main content

Masjid Jin

Masjid Jin Saksi Bisu Dialog Nabi &
Makhluk Gaib
Senin, 15 November 2010 - 16:07 wib
Muhammad Saifullah - Okezone
Masjid Jin (Foto: Wordpress)
enlarge this image
JAKARTA- Di Kampung Ma’la, tak jauh dari
lokasi pemakaman Siti Khadijah di Makkah,
masjid itu berdiri. Saksi bisu dialog antara
Rasulullah dengan para jin itu hingga kini masih
berdiri tegak di tempatnya.
Masjid dengan luas 10 x 20 meter itu memiliki
dua lantai dan satu basement. Di atap masjid
bagian kubah dihias dengan tulisan kaligrafi
Alquran Surat Al Jin ayat 1-9. Tapi perlu
diketahui, masjid ini tak seseram namanya.
“Bangunannya modern dan indah. Bahkan tak
seseram kuburan di sini (Indonesia),” ujar Ketua
Lembaga Takmir Masjid NU Ustaz Mukhlas
Syarkun yang pernah berkunjung ke Masjid Jin
kepada okezone di Jakarta, Senin (15/11/2010).
Sejumlah riwayat menyebutkan, masjid yang
berjarak sekira 1 kilometer dari Masjidilharam
tersebut dinamakan Masjid al-Jin atau Masjid al-
Bai ’at, karena di tempat itulah para jin
menyatakan keislamannya dan berjanji setia
kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada
Allah swt.
Diriwayatkan, pada suatu ketika usai salat Subuh
Rasulullah SAW dan sahabat Anas bin Malik
membaca Surat Ar-Rahman ayat 1-7. Di
antaranya berbunyi, ”Maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan?"
Lantunan ayat suci Alquran itu rupanya menarik
perhatian rombongan jin yang sedang dalam
perjalanan ke Tihamah. Para jin tersebut lantas
mendatangi tempat asal suara dan menemukan
Rasulullah SAW bersama sahabatnya di sana
tengah membaca Alquran.
Para jin yang dalam salah satu riwayat
disebutkan berjumlah tujuh, kemudian
langsung menjawabnya dengan kalimat,
"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak
mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala
puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan
nikmat lahir dan batin kepada kami.”
Setelah itu para jin lantas berdialog dengan Nabi
SAW. Mereka lantas menyatakan dirinya
beriman kepada Allah SWT. “Sesepuh jin hanya
berkomunikasi dengan Nabi. Sementara sahabat
Anas tidak bisa melihat jinnya, tapi bisa
merasakan ada makhluk lain di tempat itu, ” ujar
ustaz Mukhlas.
Penegasan keimanan para jin dalam riwayat di
atas dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya di
Alquran Surat Al-Jin ayat 1-2 yang berbunyi:
“Telah diwahyukan kepadamu bahwa
sekumpulan Jin mendengarkan ayat Al-quran.
Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah
mendengarkan Alquran yang menakjubkan.
Yang memberi petunjuk kepada jalan yang
benar, karena itu kami tidak akan
mempersekutukan Allah SWT kami dengan
siapapun juga. ”
Ustaz Mukhlas menjelaskan, ada salah satu
riwayat yang menyebutkan surat Jin diturunkan
di tempat tersebut. Melalui kisah ini, kata dia,
Allah swt ingin menegaskan kepada
makhluknya bahwa syariat Nabi Muhammad
SAW tak hanya berlaku kepada manusia. Tapi
juga makhluk lain seperti jin.
“Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia
Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku (Adz
Dzariyat : 56) ”
Peristiwa pertemuan Nabi SAW dengan jin tak
hanya sekali. Menurut Ustaz Mukhlas, Rasul
pernah diajak jin masuk ke alamnya. Di sana
Nabi ditunjukkan kehidupan bangsa jin, seperti
lokasi rumahnya, jenis makanannya, serta cara
berkomunikasinya. “Nabi pernah berkata kepada
para sahabat bahwa di sana (alam jin) sedang
turun hujan, ” terangnya.
Kini Masjid Jin menjadi salah satu rujukan
tempat ziarah bagi para jamaah haji di Makkah.
Di musim haji setiap hari ratusan jamaah haji
berdatangan ke tempat ini. Mengingat asal mula
keberadaannya serta aspek historis yang
terkandung di tempat ini, tak menutup
kemungkinan masjid ini juga menjadi tempat
persinggahan para jin yang menunaikan ibadah
haji.
“Hal itu mungkin-mungkin saja, karena tempat
itu memiliki nilai historis yang tinggi bagi jin
Islam. Ya semacam napak tilas gitu, ” tandasnya.
(ful)

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

PANGLIMA ISHAK DAUD DIMATA SAYA

Saat sekarang banyak sekali panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini sudah menjadi orang penting di pemerintahan Aceh. Banyak diantara mereka yang belum saya kenal karena tiba-tiba muncul saat perdamaian Aceh. Dari banyak panglima GAM, saya kok lebih terkenang pada Ishak Daud, mantan panglima GAM wilayah Peurelak. Teungku Ishak ini sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh. Teungku Ishak Daud, Panglima GAM Saya mengenal almarhum Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peurelak Aceh Timur tahun 2001. Saat itu saya diajak oleh senior saya Murizal Hamzah ke pedalaman Aceh Timur untuk bertemu beliau dan pasukannya.