Skip to main content

Mualaf Gusti Ilham Ramadhan Munthe - Aceh Target Pendangkalan Akidah

Anggota Persatuan Mualaf Aceh Sejahtera (PMAS) Gusti Ilham Ramadhan Munthe, membeberkan serangan pendangkalan akidah yang gencar berlangsung di Aceh sejak 10 tahun terakhir.
Konflik bersenjata dan bencana tsunami menjadi salah satu faktor yang mendorong gencarnya serangan pendangkalan akidah di Aceh. “Serangan pendangkalan akidah ke Aceh masuk dengan berbagai cara, menyusup di berbagai organisasi, dan masuk hingga ke pelosok desa.
Hingga saat ini Aceh masih menjadi salah satu target,” ungkap Gusti Ilham, pada acara sosialisasi empat pilar kebangsaan, di Rumoh Aceh Kopi Luwak, Jeulingke Banda Aceh, Sabtu (30/11). Kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk FGD bertema “Membentengi Aceh dari Pendangkalan Akidah” ini, diinisiasi oleh Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) bekerja sama dengan MPR RI.
Diskusi yang diikuti sekitar seratusan peserta terdiri atas aktivis mahasiswa, santri, ormas Islam, serta para wartawan, dipandu dosen IAIN Ar-Raniry Hasan Basri M Nur. Gusti Ilham R Munthe, yang hadir sebagai salah satu narasumber, mengaku sebagai salah satu dari sejumlah orang yang dikirim khusus untuk misi mendangkalkan akidah umat Islam di Aceh. Misi mereka, menyasar penduduk rentan dan kesulitan dari segi ekonomi, termasuk mahasiswa berpaham liberal. Namun, Ilham yang mengaku dikirim ke Aceh pada tahun 2004, malah mendapatkan hidayah di Tanah Serambi Mekkah ini.
Tiga tahun setelah menjalankan misi, pria kelahiran Nusa Dua Bali, tahun 1969, dengan nama Gusti Kristian Natalis Munthe, memeluk Islam di Desa Ie Masen, Kecamatan Uleekareng, Banda Aceh, tanggal 12 Juni 2007. Dalam pemaparannya saat menanggapi pertanyaan peserta diskusi, Ilham kerap menyampaikan data-data yang mencengangkan dan membuat peserta diskusi antara percaya dan tidak. Di antara data-data yang dibeberkan oleh Ilham Munthe adalah terkait sejumlah warga Aceh yang telah keluar dari Islam dan menjadi pemuka agama lain di beberapa daerah di Indonesia.
 Namun, Ilham Ramadhan mengingatkan bahwa tidak semua lembaga asing dan nonmuslim di Aceh mengusung misi untuk mendangkalkan akidah. Menceritakan pengalamannya, Ilham mengatakan bahwa aksi pendangkalan akidah ini tidak akan terdeteksi dengan mudah, karena biasanya menyusup melalui lembaga lokal di Aceh. “Selain para pemuda, anak-anak usia dini menjadi salah satu sasaran utama,” tukas Ilham.(nal)
Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2013/12/01...

Comments

Popular posts from this blog

Negara Oman

Tak ada kesulitan sama sekali mengurus dokumen keimigrasian ke Oman terkesan sangat lancar dan mudah. Pekan terakhir Desember tahun lalu, saya dan delegasi dari Undip yang hendak melakukan negosiasi kerja sama akademik dan join-research dengan Sultan Qaboos University (SQU) di Muscat, Oman cukup berkomunikasi jarak jauh dengan pihak universitas. Hanya saling ber-email semuanya sudah beres. Oman termasuk negeri yang unik karena mempunyai dataran tinggi dan rendah dengan nuansa gurun plus pantai. Itu kombinasi landskap yang cantik. Kita bisa menikmati Taman Riyam di pinggir pantai bersama keluarga atau teman sambil menikmati kebab dan chicken tika, kopi Omani atau Mc Donald maupun Pizza. Ada tempat rekreasi pantai untuk publik di Marina Bandar Rowdha berdekatan dengan Marine Science and Fisheries Centre (Pusat Penelitian Perikanan Oman). Sebagai negeri gurun pasir, Oman dua musim, yaitu dingin dan panas.

Kisah Warga Pedalaman Keturunan Raja Ubiet

"Hanya Bisa Mengaji, Berobatpun dari Tanaman Hutan" Pagi menjelang siang di Pucuk Krueng Hitam atau Gunung Ijo. Kabut masih enggan beranjak, sehingga sinar matahari belum menembus ke permukaan tanah. Namun, geliat masyarakat pedalaman keturunan Raja Ubiet, telah beranjak menuju ladang yang merupakan satu-satunya mata pencaharian masyarakat setempat. Warga pedalaman keturunan Raja Ubiet pun terbiasa menikmati dan memanfaatkan hasil hutan, tetapi tidak merusak hutan, begitu kata mereka.Kesibukan pagi pun di mulai. Pihak laki-laki bekerja ke ladang, sementara sang perempuan disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga, meski sesekali ikut membantu sang suami.

SEJARAH PERNYATAAN PERANG ACEH DENGAN BELANDA

Jika dibuka kembali sejarah perjalanan konflik Aceh, dapat disebut bahwa tanggal 26 Maret 1873 merupakan akar munculnya persoalan Aceh, yang masih terasa imbasnya sampai sekarang. Kerajaan Belanda melalui Nieuwenhuyzen, Komisaris Gubernemen Belanda mengeluarkan maklumat dan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh tepat tanggal 26 Maret 1873 di atas sebuah kapal perang Citadel van Antwerpen bersamaan dengan pendaratan perdana serdadu Belanda di sekitar Ulee Lhe, Banda Aceh. Pernyataan perang ini dikeluarkan karena kerajaan Aceh tidak mau tunduk di bawah dominasi Belanda, tidak mau melepaskan kewenangannya mengontrol selat malaka. Belanda bahkan menuding pejuang Aceh telah melakukan perompakan di selat Malaka tersebut, dan melakukan sabotase atas kapal-kapal dagang Belanda. Tak hanya itu, tindakan kerajaan Aceh membangun hubungan diplomatic dengan Kerajaan Turki serta dengan beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Italia dan Amerika membuat kerajaan Belanda sangat marah dan mendorong