Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2011

Diplomat Aceh

Diplomasi Kerajaan Aceh Oleh Iskandar Norman Untuk menjalin hubungan dangan kerajaan Belanda, Raja Aceh, Sultan Alauddin Al Mukamil mengutus Abdul Hamid ke negeri kincir angin tersebut. Rombongan duta Aceh itu tiba pada Agustus 1602, tapi pada 9 Agustus Abdul Hamid meninggal di negeri Eropa itu dan dimakamkan diperkarangan gereja St Pieter di Middelburg, Zeeland.Persaingan dagang kemudian membuat hubungan itu renggang, karena Portugis berhasrat untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Selat Malaka. Karena itu pula Portugis berusaha menghentikan semua pengangkutan rempah- rempah dari pelabuhan Aceh.Malah, pada tahun 1520 Laksamana dan Raja Muda Portugis di Goa, Dirgo Lopez De Sequeira mengancam dengan mengultimatum akan menyerang kapal-kapal yang melakukan kontak dagang dengan Aceh. Aceh dan Portugis pun menjadi musuh bubuyutan di selat Malaka.Sembilan tahun kemudian (1529) Portugis ingin merebut pelabuhan Pidie dan Pase yang menjadi bandar perdagangan rempah-

Pejuang Aceh

Yang Dipuja Dalam Catatan Musuh Oleh Iskandar Norman “Comes ils tombent bien…en is er één volk op deze aarde dat de ondergang dezer heroike figuren nien met diepe vereering zou schrijven in het boek zijner historie ? ”“Dan adakah suatu bangsa di bumi ini yang tidak akan menulis tentang gugurnya para tokoh heroik ini dengan rasa penghargaan yang sedemikian tinggi di dalam buku sejarahnya ?” Pertanyaan itu diungkapkan H C Zentgraaff, mantan serdadu Belanda yang pernah berperang di Aceh, yang ketika pensiun beralih menjadi wartawan perang dengan jabatan sebgai redaktur untuk koran Java Bode terbitan Batavia (kini Jakarta- red).Zentgraaff mengungkapkan hal itu ketika menulis tentang potret heroisme seorang pejuang Aceh, Teungku di Barat. Sejak 1903 ulama besar Aceh ini muncul secara menonjol dalam peperangan menentang Belanda. Karena itu pula Belanda memburu untuk menangkapnya hidup atau mati.

5 Sebab Aceh di beri nama Serambi Mekkah

Acehku sayang Acehku malang Jasamu besar untuk republik Tetapi orang kurang mengenang Nasibmu aduhai sedihnya Setiap hari nyawa melayang Padahal Aceh bukan Palestina Dan yang berkuasa bukan Yahudi (Abu Az-Zahra) Negeri Aceh pada abad ke 15 M pernah mendapat gelar yang sangat terhormat dari umat Islam nusantara. Negeri ini dijuluki “Serambi Makkah” sebuah gelar yang penuh bernuansa keagamaan, keimanan, dan ketaqwaan. Menurut analisis pakar sejarawan, ada 5 sebab mengapa Aceh menyandang gelar mulia itu. Pertama, Aceh merupakan daerah perdana masuk Islam di Nusantara, tepatnya di kawasan pantai Timur, Peureulak, dan Pasai. Dari Aceh Islam berkembang sangat cepat ke seluruh nusantara sampai ke Philipina. Mubaligh-mubaligh Aceh meninggalkan kampung halaman untuk menyebarkan agama Allah kepada manusia. Empat orang diantara Wali Songo yang membawa Islam ke Jawa berasal dari Aceh, yakni Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Syarif Hidayatullah, dan Syeikh Siti Jenar.

Keturunan Tun Abdul Majid inilah menjadi zuriat Sultan Trenggano, Pahang, Johor lama dan Negeri Selangor.

Tengku Puteh Tippi Institusi bendahara dalam Kesultanan Melaka, Johor, Pahang, Riau dan Lingga mungkin hampir sama dengan institusi Polem di Aceh. Dimana kalau Panglima Polem berperan sebagai peuduk peudeung raja, institusi bendaharapun berperan sebagai lembaga fit and proper test , penjaga adat Raja Melayu. Institusi bendahara ini dibantu oleh Temenggong, Laksamana, Penghulu Bendahari dan Orang-Orang Kaya. Hubungan bendahara dengan Sultan disemenanjung di abad 17 dan 18 sempat tidak harmonis karena beda haluan politik antara Sultan dengan Bendahara dalam hal menyikapi masalah Aceh. Tun Seri Lanang lebih memihak ke kesultanan Aceh dalam hal menghadapi portugis. Dalam kacamata Tun Sri Lanang memerangi Portugis adalah jihad Islami, dan wajib bagi setiap individu muslim memeranginya yang telah menduduki pemerintahan negeri negeri Melayu dan setuju dengan pendapat Sultan Aceh untuk menyerang mana mana negeri Melayu yang bersubhat dengan Portugis. Sedangkan Sultan J

SEDIKIT TENTANG ACEH

GERAKAN ACEH MERDEKA (1976-2005): Kebangkitan Nasionalisme dalam Kepudaran Nasionalisme Oleh Aditya N. Widiadi A. Pendahuluan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan sebuah bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Sebuah sejarah yang dapat ditulis dengan tinta darah, karena telah banyak menumbalkan sesama anak bangsa. Sebuah konflik yang ironisnya untuk memperjuangkan hal yang sama, namun dipersepsi dan diinterpretasikan secara berbeda oleh kedua belah pihak yang bertikai. Sebuah perbedaan dalam memaknai nasionalisme. Sebuah perlawanan untuk memperjuangkan nasionalisme vis-à-vis sebuah perjuangan untuk mempertahankan nasionalisme. Sebuah pertikaian yang memang harus dipetik dari buah simalakama yang bernama, nasionalisme! Tulisan ini bermaksud menguraikan sejarah konflik antara GAM berhadapan dengan pemerintah Republik Indonesia. Uraian ini tidak bermaksud menyudutkan yang satu dan mengunggulkan yang lain, penulis hanya berminat untuk memap

Mekkah Kini

Wajah Makkah kini jauh berubah. Kota suci umat Islam ini boleh dibilang menjadi saksi bisu perkembangan peradaban manusia. Di kota ini, lahir seorang Nabi yang menjadi cahaya penerang peradaban manusia. Makkah turut pula menjadi saksi lahirnya ajaran paripurna dunia yang bernama Islam. Di kota inilah, umat Islam yang berasal dari beragam ras dan suku bangsa berkiblat saat bersujud kepada yang Mahakuasa. Sejarah mencatat, Makkah merupakan sebuah kota yang berusia sangat tua. Makkah bahkan jauh lebih tua dibandingkan kota lain: Kairo, Badgad, San'a, dan Madinah. Kota ini berdiri sebelum Islam lahir, yakni sejak zaman Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS).

Kiswah, "baju" Ka'bah

Dalam setahun, hanya satu kiswah dibuat, dengan melibatkan 220 pekerja," ujar Kepala Humas Masna' Kiswah, Khamis Al-Zahrani. Al-Zahrani menerima kami pagi itu di bulan Oktober 2010. Pukul setengah sepuluh pagi, kami tiba di Masna' Kiswah, tempat pembuatan kiswah yang didirikan oleh Raja Arab pada 7 Rabi'ul Akhir 1397 H. Arab Saudi mulai merencanakan pembuatan sendiri kiswah pada Muharam 1346 H di zaman Al-Malik Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Saud. Sebelumnya, kiswah dibuat di beberapa negara, seperti India dan Mesir. Kiswah luar berwarna hitam dengan lapisan berwarna putih di bagian dalamnya. Kiswah di dalam Ka'bah berwarna hijau.

Mengubah Diri Sendiri

Di alam ini, segala hal berubah, dan tak ada yang tak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Pada masa kita sekarang, perubahan berjalan sangat cepat, bahkan dahsyat dan dramatik. Kita semua, tak bisa tidak, berjalan bersama atau seiring dengan perubahan itu. Tak berlebihan bila Alan Deutschman pernah menulis buku, untuk mengingatkan kita semua, dengan judul agak ekstrim, “Change or Die” (Berubah atau Mati). Perubahan pada hakekatnya adalah ketetapan Allah (sunnatullah) yang berlangsung konstan (ajek), tidak pernah berubah, serta tidak bisa dilawan, sebagai bukti dari wujud dan kuasa-Nya (QS. Ali Imran [3]: 190-191). Namun, perubahan yang dikehendaki, yaitu perubahan menuju kemajuan, tidak datang dari langit (given) atau datang secara cuma-cuma (taken for granted). Hal ini, karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah diri mereka sendiri (QS. Al-Ra`d [13]: 11). Untuk mencapai kemajuan, setiap orang harus merencanakan perubah

SISTEM DEMOKRASI, PENGHAMBAAN SESAMA HAMBA

Dalam surat yang dikirim kepada suku Najran yang beragama Nasrani, Rasulullah shollallahu ’ alaih wa sallam menyampaikan seruan sebagai berikut: ينإف مكوعدأ ىلإ ةدابع هللا نم ةدابع دابعلا “Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba. ” (HR Al-Baihaqi 2126) Demikianlah, Islam datang membawa seruan abadi agar manusia hanya menghambakan diri kepada Allah ta ’aala semata. Ajaran Allah ta’aala tidak membenarkan adanya penghambaan antara sesama hamba. Manusia tidak dibenarkan untuk menghamba kepada sesama manusia. Pengertian menghamba kepada sesama hamba bukan hanya dalam bentuk manusia bersujud di hadapan manusia lainnya. Tetapi pengertiannya mencakup ketaatan mutlak kepada sesama manusia. Fihak yang menerima penghambaan manusia disebut ”Ilah” yang biasa diterjemahkan sebagai ”tuhan” dalam bahasa Indonesia. Sesungguhnya ”Ilah” mengandung setidaknya tiga pengertian, yaitu: ”yang dicintai, yang